REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan terjadinya tsunami yang menimpa Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) dipicu dua penyebab utama. Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, selain gempa tsunami juga disebabkan longsornya sedimen di dalam laut.
Berdasarkan analisis dari para ahli, kata dia, tsunami dipicu oleh longsoran sendimen di dasar laut. Longsor itu terjadi akibat gempa 7,4 skala Richter (SR) yang sebelumnya mengguncang.
"Kami telah melakukan koordinasi dengan beberapa ahli tsunami ada dua penyebab. Pertama, di Teluk Palu berdasarkan video tsunami menerjang cukup tinggi, ini disebabkan ada longsoran sendimen dasar laut yang kedalamannya 200-300 meter," kata Sutopo di Graha BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (29/9).
Ia mengatakan, sendimen tersebut belum terkonsolidasi dengan kuat sehingga ketika diguncang gempa terjadi longsor. Sedimen itu, lanjut dia, berasal dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Palu.
Menurut Sutopo, hal itu ditunjukkan dengan perbedaan warna air yang menimpa pantai. "Pada gelombang pertama, air masih jernih. Selanjutnya air berwarna keruh," ucap dia.
Sementara di wilayah selain Teluk Palu, kata dia, tsunami disebabkan oleh gempa-gempa lokal. Pasalnya, tinggi tsunami tidak sebesar akibat longsoran bawah laut yang terjadi di Kabupaten Donggala.
Sedangkan, lanjut dia, gempa dangkal yang terjadi di Donggala, Sulteng, diakibatkan deformasi mendatar ke kiri sesar Palu-Koro. Berdasarkan data BNPB, tsunami terjadi dengan 0,5-3 meter. Tsunami menerjang permukiman warga di sepanjang pantai.
Selanjutnya ia mengatakan, BNPB akan menghadirkan tim ahli untuk melakukan analisisi secara rinci sebagai upaya untuk melakukan pencegahan ke depan. "Kita sudah turunkan ahli, bahwa tsunami bukan hanya dibangkitkan gempa, tapi ada longsor bawah laut yang juga pernah terjadi di Flores," kata dia.