Jumat 28 Sep 2018 08:23 WIB

Naiknya Suku Bunga Acuan dan Dampaknya ke Ekonomi

Kenaikan suku bunga acuan BI ini berdampak pada sektor ekonomi lainnya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di kantor pusat BI, Jakarta, Kamis (27/9).
Foto:
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah (kanan) dan Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur Nur Cahyudi (kiri) secara simbolis menyerahkan 50 juta Dolar AS untuk ditukar menjadi Rupiah, di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (20/9).

Selain itu, kenaikan suku bunga acuan BI diperlukan untuk menjaga disparitas suku bunga dengan negara lain, sehingga dapat meningkatkan daya tarik instrumen keuangan domestik dan mampu menyerap portofolio asing.

"Portofolio nvestasi dibutuhkan untuk membiayai defisit transaksi berjalan. Sehingga, memang, kita perlu pastikan portofolio investasi terus bisa masuk," ujar dia.

Bank Sentral menargetkan dapat menurunkan defisit transaksi berjalan hingga 2,5 persen PDB pada 2019. "Pada 2019 itu tekanan terhadap rupiah akan lebih rendah, apalagi sekarang kita mempercepat pendalaman pasar valas," ujar Perry.

BI, kata Perry, akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal. Selain defisit transaksi berjalan, BI akan mencermati perkembangan perekonomian, seperti nilai tukar, stabilitas sistem keuangan, dan inflasi.

Neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2018 defisit 1,02 miliar dolar AS. Jumlah ini menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,01 miliar dolar AS.  

Defisit neraca perdagangan tersebut disebabkan peningkatan impor migas, terutama impor minyak mentah. Sementara itu, neraca perdagangan nonmigas kembali mengalami surplus seiring dengan menurunnya impor nonmigas, seperti impor mesin dan pesawat mekanik, besi dan baja, kendaraan dan bagiannya, bahan kimia organik, serta plastik dan barang dari plastik. 

BI menilai, permintaan impor nonmigas masih tetap kuat sejalan dengan permintaan domestik yang masih tinggi. Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif, pada Januari-Agustus 2018 neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit 4,09 miliar dolar AS. 

Dari kondisi ini, posisi cadangan devisa Indonesia tercatat cukup tinggi sebesar 117,9 miliar dolar AS pada akhir Agustus 2018 atau setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. 

"Jumlah ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," kata dia. 

(antara ed: satria kartika yudha)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement