Jumat 28 Sep 2018 07:29 WIB

Pelaksanaan Imunisasi MR Diperpanjang

Cakupan imunisasi MR baru 50 persen dari target yang diharapkan sebesar 95 persen.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/Fuji Eka Permana/ Red: Friska Yolanda
Petugas menunjukan Vaksin Campak dan Rubella (MR) sebelum melakukan imuniasasi kepada anak di Puskesmas Darussalam, Banda Aceh, Rabu (19/9).
Foto: Antara/Ampelsa
Petugas menunjukan Vaksin Campak dan Rubella (MR) sebelum melakukan imuniasasi kepada anak di Puskesmas Darussalam, Banda Aceh, Rabu (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melanjutkan pelaksanaan imunisasi campak rubela (measles rubella/MR) hingga Oktober 2018. Hal ini bertujuan agar cakupan pemberian imunisasi mencapai target yang diharapkan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati mengatakan, Kemenkes memberikan kesempatan untuk melanjutkan pemberian layanan imunisasi itu hingga 31 Oktober 2018. Saat ini, cakupan pemberian imunisasi MR masih di angka 50 persen. Persentase ini masih jauh dari target yang diharapkan, yaitu 95 persen.

"Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mewajibkan imunisasi itu. Seperti yang Anda tahu bahwa Kemenkes, MUI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Biofarma kan sudah memiliki kesepakatan bersama," katanya pada Kamis (27/9).

Ia berharap pernyataan MUI bisa meningkatkan cakupan imunisasi MR tidak seperti pelaksanaan imunisasi MR selama Agustus hingga September 2018. Pernyataan itu tertuang dalam Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) pada saat ini dibolehkan (mubah). Maka MUI mengimbau agar masyarakat tidak perlu ragu melaksanakan imunisasi vaksin MR.

Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi menyampaikan, alasan dibolehkannya menggunakan vaksin MR karena ada kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah) dan belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci. Selain itu, juga karena ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal.

Kebolehan penggunaan vaksin MR tidak berlaku jika ditemukan ada vaksin yang halal dan suci. "Untuk hal tersebut MUI mendesak kepada pemerintah dan produsen vaksin untuk segera mengusahakan ketersediaan vaksin yang halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Zainut kepada Republika.co.id, Kamis (27/9).

MUI juga mengimbau kepada masyarakat luas dengan adanya Fatwa MUI tersebut, maka tidak perlu ragu untuk melaksanakan imunisasi vaksin MR. Di samping itu, MUI juga meminta kepada pemerintah untuk mensosialisasikan Fatwa MUI tersebut. Supaya masyarakat memahami secara benar dan tidak timbul kesalahpahaman.

"MUI mengimbau kepada kelompok masyarakat yang masih belum bisa menerima program imunisasi vaksin MR ini dengan baik untuk tetap bersikap adil dan proporsional dengan tidak melakukan kegiatan provokasi penolakan, menyebarkan berita bohong dan fitnah yang dapat menimbulkan kegaduhan dan keresahan di tengah masyarakat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement