Rabu 26 Sep 2018 18:44 WIB

Pengamat: Jangan Posisikan Bentor Sebagai Alat Transportasi

Becak seharusnya diberi nilai yang lebih dengan cara diberi citra dan cerita.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Para pengemudi betor saat mengeluarkan becak motornya dari kompleks Kepatihan Yogyakarta.
Foto: Neni Ridarineni.
Para pengemudi betor saat mengeluarkan becak motornya dari kompleks Kepatihan Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat transportasi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM), Lilik Wachid Budi Susilo mengatakan, becak motor (bentor) tidak bisa diposisikan sebagai alat transportasi. Sebab, jika diposisikan sebagai alat transportasi maka mereka akan bersaing dengan alat transportasi lainnya. Sementara, yang terjadi saat ini bentor tersebut malah diposisikan sebagai alat transportasi. 

"Kalau difungsikan sebagai alat transport, ya mereka akan lebih memilih becak motor karena lebih mudah untuk dikendalikan dan tidak susah untuk mengayuhnya. Kan becak berat," kata Lilik saat dikonfirmasi Republika, Rabu (26/9). 

Ia menuturkan, masalah bentor yang terjadi di Yogyakarta harus segera diselesaikan. Terlebih, saat ini jumlah becak tersebut sudah semakin bertambah, dan pengemudi becak tradisional telah banyak yang beralih ke bentor. 

"Karena kalau semakin banyak (bentor ini), nanti bukan lagi masalah transport yang akan muncul, tapi masalah sosial, masalah tenaga kerja, dan lain sebagainya. kalau masalahnya semakin besar, pasti sudah sulit diputuskan oleh Dinas Perhubungan dan kepolisian," lanjutnya. 

Terlebih, lanjutnya, becak itu tidak memiliki sistem keamanan seperti alat transportasi umum lainnya. "Yang jadi masalah adalah becak itu belum teruji masalah keamanan dan keselamatannya. Kalau mobil kan ada instrumen yang bisa menghindarkan kita dari kecelakaan," ucapnya. 

Dengan menghadirkan becak listrik pun sebagai alternatif dari bentor ini juga tidak efektif. Sebab, akan menghilangkan karakteristik dari becak itu sendiri. 

Hal yang seharusnya yang dilakukan adalah dengan memberi nilai lebih terhadap keberadaan becak itu sendiri. Salah satunya dengan tidak memposisikan becak ini sebagai angkutan umum, namun sebagai alat untuk penunjang wisata di Yogyakarta. 

"Becak itu harusnya diberi nilai yang lebih, dengan cara dia diberi citra dan cerita," ujar Lilik. 

Becak tersebut dioperasikan hanya di tempat-tempat wisata. Dengan begitu, becak tetap lestari dan berfungsi sebagaimana mestinya. 

"Jadi becaknya itu punya karakteristiknya yang berbeda, dan drivernya itu juga bisa bercerita (kepada penumpangnya). Jadi orang naik becak tidak lagi menjadi alat transport tapi sebagai sebagai wisata. Mereka juga akan dibayar lebih dengan fungsinya yang seperti itu," katanya. 

Seperti diketahui, ratusan pengendara bentor yang tergabung dalam Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY), menggelar aksi damai di depan kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (25/9). Mereka menuntut pemerintah untuk mencabut larangan bentor dan juga mendesak agar pemerintah mencari solusi keberadaan bentor di DIY.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement