Kamis 20 Sep 2018 23:06 WIB

Ditjen PAS akan Revitalisasi Pengelolaan Lapas

Kemenag siap mengubah prilaku yang tadinya menyimpang jadi tidak lagi.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) akan melakukan revitalisasi pengelolaan lembaga pemasyarakatan (lapas). Itu dilakukan untuk mengurangi terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan lapas oleh jajaran Ditjen PAS.

"Kami harus siap bagaimana mengubah perilaku mereka yang tadinya menyimpang, melanggar, jadi tidak menyimpang dan melanggar. Di sisi lain, bagaimana mengurangi terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang sekarang ini baik sengaja maupun tidak sengaja dilakukan oleh jajaran kami" tutur Direktur Jenderal PAS Sri Puguh Utami usai menghadiri seminar nasional di Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, Cinere, Depok, Kamis (20/19).

Selain itu, tambah dia, revitalisasi dilakukan juga karena ingin menyukseskan Undang-Undang (UU) No 52/2014 terkait Aparatur Sipil Negara, yakni merit sistem. Ia menjelaskan, setiap sipir memiliki tugas untuk mendampingi warga binaan pemasyarakatan (WBP) untuk ikut melakukan pembinaan.

Ada tiga tingkatan keamanan lapas yang akan diberlakukan, yakni lapas dengan pengamanan maksimal, lapas dengan pengamanan sedang, dan lapas dengan pengamanan rendah. Penanganan terhadap WBP di setiap tingkatan tersebut berbeda-beda.

Pada lapas dengan tingkat pengamanan maksimal, para WBP yang ada disana akan dibina dengan dititiktekankan pada kepribadian, mental, dan spiritualnya. Mereka dibina hingga sadar dan berjanji tidak akan melakukan pelanggaran hukum lagi ke depannya.

"Minimal itu waktunya enam bulan di maximum security. Nanti akan bergerak ke medium security. Di situ, titik tekannya hanya dilatih kemandirian. Akan ada (pelatihan) keterampilan dan mungkin pendidikan formal," jelasnya.

Pihaknya akan mengajak lembaga pendidikan untuk merealisasikan pemberian pendidikan formal terhadap WBP di lapas dengan tingkat keamanan sedang itu. Utami mengatakan, ia ingin WBP yang masuk ke dalam lapas karena terpaksa, yang sebenarnya masih memiliki masa depan, untuk dapat menjadi orang yang berguna bagi masyarakat setelah keluar dari lapas. Bahkan, mereka diharapkan dapat berguna juga bagi rekan-rekan senasib yang ada di lapas.

"Tentu anak-anak muda (dan yang memang terpaksa masuk lapas) yang akan kita assessment untuk itu. Kemudian, di pendidikan formal ngambil fakultas hukum. Ingin kita mereka nanti keluar itu bisa menjadi pengacara yang andal. Untuk siapa? Untuk rekan-rekannya. Sehingga ada keadilan di antara WBP," ungkapnya.

Untuk lapas dengan tingkat keamanan rendah, fokusnya hanya akan menghasilkan produk, barang dan jasa. Lapas tersebut telah disiapkan di Ciangir dan di Rangkasbitung, Banten. WBP yang dianggap telah berubah selama ditempatkan di lapas dengan tingkat pengamanan maksimum dapat pindah ke yang tingkat sedang dan juga rendah.

"Minimun security aksesnya lebih longgar. Jadi tidak ada colong-colongan lagi. Pakai handphone? Oh memang boleh, tapi di minimum security saja. Tentu ini ada sidang yang tidak mita sendiri tp ada pihak-pihak seperri yang pihak yang menempatkan

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement