Kamis 20 Sep 2018 15:25 WIB

Waspadai Hoaks dan Politik Transaksional Jalan Pintas Pemilu

Jalan pintas dilakukan kandidat yang siap menang, tetapi tidak siap kalah.

Direktur Perludem Titi Anggraini
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Direktur Perludem Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi meminta seluruh pihak mewaspadai penggunaan hoaks dan politik transaksional sebagai jalan pintas memenangi Pemilu 2019. Jalan pintas tersebut biasanya dilakukan kandidat yang siap menang, tetapi tidak siap kalah.

"Kalau situasinya siap menang, tetapi tidak siap kalah, maka jalan pintas yang akan didekati aktor politik adalah menjual disinformasi dan politik transaksional. Itu cara cepat yang masif dampaknya," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam diskusi publik bertajuk "Hoax dan Fitnah mengancam Pemilu 2019 dan Masa Depan Indonesia" yang diselenggarakan Tim Pembela Jokowi di Jakarta, Kamis (20/9).  

Titi mengatakan dengan pemberlakuan pemilu serentak, persaingan Pemilu semakin sengit. Alasannya, pertama, adanya efek ekor jas dimana pemilih akan lebih cenderung memilih parpol yang mengusung Presiden yang juga dipilihnya. 

Kedua, jumlah parpol semakin banyak, yakni 16 partai. Dengan demikian, ia mengatakan, persaingan memperoleh kursi legislatif semakin sengit dan adanya peningkatan ambang batas parlemen. 

"Berdasarkan survei terakhir, ada enam parpol yang diperkirakan tidak lolos ambang batas parlemen. Ini membuat persaingan semakin sengit dan memicu penggunaan jalan pintas bagi aktor politik," kaya Titi.

Dia menekankan hoaks dan fitnah biasanya sengaja dilakukan karena aktor politik tidak memiliki visi, misi dan gagasan sehingga merasa perlu menyerang kelompok lawan. "Absennya politik gagasan, politik program membuat aktor membuat hoaks," jelasnya. 

Menurut Titi dalam konteks UU Pemilu, hoaks dan fitnah masuk dalam kategori pelanggaran terhadap UU Pemilu pasal 280 huruf b yakni membahayakan keutuhan NKRI karena akibat hoaks dan fitnah pemilih terbelah, terpolarisasi isu yang tidak bertanggungjawab. 

Kredibilitas media

photo
[Ilustrasi] Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) pada deklarasi CekFakta.com. Ini merupakan komitmen media siber untuk melawan hoaks. (Republika)

Terpisah, pendiri Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) Andy Budiman mengajak para jurnalis untuk melawan hoaks dengan mengembalikan kredibilitas media arus utama atau mainstream agar kembali dipercaya oleh publik. "Tugas kita dalam melawan hoaks cukup berat, karena melawan aktor-aktor yang sebelumnya tidak terkenal," kata Andy Budiman saat menjadi pemateri pada workshop jurnalis meliput keberagaman di tahun politik di Pontianak, Kamis.

Ia menjelaskan, resep dalam melawan berita atau informasi bohong, salah satunya yakni dengan mengembalikan kredibilitas media mainstream itu sendiri. "Berkembangnya hoaks bukti hilangnya kepercayaan masyarakat kepada media mainstream,” kata dia.

Ia mengajak semua pihak jangan mudah tergoda pada sensasi. Ia juga mengingatkan sudah menjadi tugas para jurnalis dalam menyediakan informasi selengkap-lengkapnya, sejernih-jernihnya, serta akurat.

“Sehingga, media mainstream kembali dipercaya oleh masyarakat," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement