Rabu 19 Sep 2018 19:57 WIB

Anies Sebut Sebagian PNS Tipikor Sudah tak di Pemprov DKI

Anies menyatakan akan memperbaiki apabila ada kesalahan dalam hal administrasi.

Rep: Sri Handayani/ Red: Andi Nur Aminah
Anies Baswedan
Foto: Farah Noersativa/Republika
Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan ada perbedaan data antara yang disampaikan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta mengenai jumlah pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat tindak pidana korupsi (tipikor). Sebagian nama yang tercatat di BKN kini sudah tidak bekerja lagi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. "Ada daftar-daftar yang muncul yang ternyata sudah bukan lagi di pemprov," kata Anies di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Rabu (19/9).

Ia mengatakan akan meluruskan hal tersebut. Saat ini Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Budi Hastuti telah menyiapkan data terkait mengenai pegawai negeri sipil (PNS) yang melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

Anies menyatakan akan memperbaiki apabila ada kesalahan dalam hal administrasi. Ia juga akan melakukan tindakan kepada para PNS tipikor. Sanksi yang diberikan akan sesuai dengan ketentuan yang ada.  "Sesuai ketentuan saja. Jadi bukan selera gubernur ya. Saya akan merujuk pada semua ketentuan yang ada," ujar dia.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai ada ketidaktransparanan dari Pemprov DKI Jakarta dalam penanganan kasus korupsi yang ada di bawahnya. Ia meminta Pemprov DKI membuka kasus-kasus yang terkait dengan korupsi yang dilakukan para pegawainya.

"Ini ada fenomena ketidaktransparanan. Artinya di situ ada lemahnya penegakan hukum di bidang itu pelanggaran ASN. Karena dengan adanya TGUPP yang membidangi khusus regulasi harmonisasi dan penegakan hukum sebenarnya masyarakat berharap korupsi di DKI Jakarta bisa tertangani dengan baik," kata Trubus ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (18/9).

Menurut Trubus, pemberantasan korupsi di lingkungan Pemprov DKI dapat dilakukan jika ada political will dari Gubernur Anies Rasyid Baswedan. Artinya, gubernur dapat berkoordinasi dengan inspektorat, tim gubernur (TGUPP), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan Sekretaris Daerah (Sekda) yang tergabung dalam aparat pengawas internal pemerintah (APIP) untuk menyelesaikan kasus korupsi.

Sayangnya, Trubus menilai penegakan hukum di lingkungan Pemprov DKI Jakarta masih kurang Hal ini terbukti dengan adanya data BKN yang menyebutkan bahwa para PNS tipikor masih bekerja, bahkan mereka yang diberhentikan sementara masih menerima 50 persen gaji.

Ia juga melihat adanya upaya saling melindungi dan menutup-nutupi kasus korupsi di lingkungan Pemprov DKI. Hal ini terjadi baik karena banyak personel yang terlibat dalam kasus tersebut, karena adanya hubungan keluarga, maupun karena PNS tipikor yang bersangkutan memiliki kinerja yang dinilai baik.

Hal ini tak hanya terjadi di DKI, namun juga di daerah. "Di Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, itu malah karena dia dekat penguasa itu. Masih keluarga, karena kekerabatan," ujar Trubus.

"Di Jakarta juga gitu. ASN yang korup tadi punya prestasi yang baik, kinerja baik, prestasi baik, loyal, gitu lho. Itu pada ditutupi. Persoalannya di situ," lanjut dia.

Trubus juga mempertanyakan kinerja Tim Gubernur, terutama bidang pencegahan korupsi dan harmonisasi regulasi,  yang dinilai tidak transparan. Ia mencontohkan, Mantan Wakil Gubernur Sandiaga Salahuddin memerintahkan tim ini untuk menyelesaikan kasus Sumber Waras dan sengketa lahan di Cengkareng. Laporan terakhir menyebutkan Pemprov DKI akan membatalkan transaksi yang telah dilakukan.

Namun, hingga saat ini belum diketahui perkembangan kasus tersebut. Ia menilai ada ketertutupan dalam hal tersebut. "Masyarakat tidak pernah tahu. Namanya tim itu sulit mau diukur," ujar dia.

Menurut Trubus, kinerja tim ini perlu dibuka kepada masyarakat, baik dalam bentuk laporan dewan maupun laporan publik. Pasalnya, berbeda dengan tim sebelumnya yang digaji dengan dana operasional gubernur, kinerja tim ini dibiayai dengan dana APBD.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement