Rabu 19 Sep 2018 16:58 WIB

KPU: MA Bolehkan Eks Koruptor, Dua Eks Napi Lain tidak Boleh

KPU menyebut hanya frasa eks napi korupsi yang dibatalkan.

Rep: Umar Mukhtar/Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Penyaringan caleg mantan koruptor
Foto: republika
Penyaringan caleg mantan koruptor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) membahas dokumen putusan Mahkamah Agung (MA) terkait mantan koruptor menjadi calon legislatif. Pembahasan yang dimulai pada pagi hari ini difokuskan pada beberapa putusan MA, yang di antaranya membatalkan beberapa pasal dalam Peraturan KPU nomor 20 tahun 2018 dan nomor 26 tahun 2018.

Komisioner KPU Viryan Azis menuturkan, dalam pembahasan tersebut dipaparkan bahwa hanya frasa mantan narapidana korupsi yang dibatalkan oleh MA melalui putusannya. "(Untuk) mantan napi kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba, tetap," kata dia di Jakarta, Rabu (19/9).

Itu artinya, mantan narapidana kasus kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba tidak bisa mencalonkan diri sebagai calon legislatif. Sampai saat ini, menurut Viryan, hanya ada satu caleg yang tersangkut salah satu dari dua kasus itu.

"Seingat saya ada 1 kasus di Nusa Tenggara Timur, yang terkait dengan kejahatan seksual pada anak. Jadi yang dibatalkan hanya kepada mantan napi korupsi," tutur dia.

Viryan juga menyebutkan, ada sekitar 12 gugatan yang diajukan ke Mahkamah Agung tapi tidak semuanya dikabulkan oleh hakim agung. Putusan atas 12 gugatan itu berbeda-beda. Ada yang mengabulkan dan menolak. "Kami perlu hati-hati. Jangan sampai ada yang kami tindaklanjuti (kemudian) tidak sesuai dengan apa yang dimaksud MA," ujar dia.

KPU, lanjut Viryan, tidak ingin terjebak pada aspek formalitas dalam menindaklanjuti putusan MA. Substansi yang ditekankan KPU menyangkut hak untuk dipilih. "Dengan adanya pembatasan tersebut, kami menyesuaikan dan ini sedang dalam proses," kata dia.

Sebelumnya,  Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah  memaparkan ada 12 perkara uji materi yang ditangani MA terkait dengan PKPU. Dari 12 perkara tersebut, hanya ada dua putusan yang dikabulkan dan dikabulkan sebagian.

Kedua perkara tersebut antara lain perkara nomor 30 P/HUM/2018 dan 46 P/HUM/2018. Perkara nomor 30 P/HUM/2018 diajukan oleh Lucianty untuk menguji PKPU No. 14/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sedangkan perkara nomor 46 P/HUM/2018 diajukan oleh Jumanto untuk menguji PKPU No. 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Objek permohonan yang diajukan Lucianty adalah Pasal 60 (1) huruf g dan j sepanjang frasa "mantan terpidana korupsi". Batu uji pasal tersebut adalah Undang-Undang (UU) No. 7/2017 tetang Pemilu dan UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.

Amar putusan perkara ini adalah permohonan dikabulkan sebagian. Di mana Pasal 60 (1) huruf j sepanjang frasa "mantan terpidana korupsi" diputus tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 182 huruf g UU No. 7/2017.

Untuk perkara uji materi yang diajukan Jumanto, pasal yang diuji adalah Pasal 4 (3), Pasal 11 (1) huruf d, dan Lampiran B.3. Batu uji pasal-pasal tersebut adalah UU No. 7/2017, UU No. 12/1995 tentang Pemasyarakatan, dan UU No. 12/2011. Amar putusan perkara uji materi ini adalah dikabulkan dengan keterangan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 240 (1) huruf g UU No. 7/2017 dab Pasal 12 huruf d UU No. 12/2011.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement