REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Republik Indonesia, Wiranto, berharap komunitas internasional mampu membentuk konvensi manajemen dunia maya. Dengan demikian, konvensi tersebut dapat menjadi hukum internasional.
"Dalam konteks regional, pemerintah harus terus mempromosikan pengaturan norma di dunia maya untuk mengurangi perilaku tidak bertanggung jawab atau kriminal, terutama dalam konteks ASEAN," ujar Wiranto saat menjadi pembicara kunci dalam acara Third Singapore International Cyber Week di Singapura, Selasa (18/9), seperti dalam siaran persnya.
Ia menambahkan, pada KTT ASEAN terakhir di Singapura, para pemimpin ASEAN telah berkomitmen untuk mengeksplorasi kelayakan koordinasi kebijakan keamanan siber, diplomasi, kerja sama, serta upaya pengembangan kapasitas dan teknis. Menurutnya, memang penting bagi ASEAN untuk membangun upaya regional yang koheren dan terkoordinasi untuk menanggapi ancaman siber lintas batas.
Dalam kesempatan itu, Wiranto juga mengatakan, transformasi global melalui inovasi digital berlangsung sangat cepat dengan konsekuensi yang jauh jangkauannya. Beberapa peneliti memprediksi, jumlah perangkat yang saling terhubung di dunia diperkirakan akan melonjak dari 8,4 miliar pada saat ini menjadi 20 miliar pada tahun 2020.
Angka tersebut, kata dia, menunjukkan kecenderungan ada perangkat yang dapat menghubungkan masyarakat di dunia melalui dunia maya sehingga menjadi lebih tertantang untuk dikelola. Pertumbuhan eksplosif perangkat yang saling terhubung itu, lanjut dia, serta meningkatnya kedalaman dan volume pertukaran data pribadi dan perusahaan, menjadikan dunia maya sebagai target yang memenuhi syarat untuk penjahat siber atau mata-mata.
Karena itulah Wiranto menganggap bukan suatu kebetulan jika Laporan Risiko Global World Economic Forum (WEF) 2018 memasukkan ancaman keamanan siber dalam bentuk pelanggaran sebagai salah satu dari empat bidang utama yang menyebabkan degradasi lingkungan, ketegangan ekonomi, dan geopolitik.
Untuk itu, dalam mengembangkan strategi keamanan siber yang efektif untuk melawan ancaman tersebut dibutuhkan pendekatan yang komprehensif dengan mempertimbangkan kepentingan keamanan publik, hak individu, dan keamanan nasional.
"Oleh karena itu, kita harus bekerja sama untuk mengatasi tantangan tersebut melalui mekanisme bilateral, regional dan bahkan multirateral," jelas dia.