Selasa 18 Sep 2018 19:23 WIB

Polri Prediksi Isu SARA tak Dominan di Pilpres 2019

Prediksi ini berdasarkan pada komposisi capres dan cawapres.

Rep: Bayu Adji P, Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) dan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kedua kiri) memberikan keterangan kepada wartawan usai apel bertajuk
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) dan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kedua kiri) memberikan keterangan kepada wartawan usai apel bertajuk "Mantap Brata" di Lapangan Silang Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (18/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian memprediksi isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tidak akan mendominasi kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Prediksi ini berdasarkan pada komposisi capres dan cawapres. 

Pilpres 2019 mempertandingkan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tito memprediksi, adu program justru akan lebih dominan dalam kontestasi pemimpin tertinggi Republik Indonesia itu. 

"Mungkin akan adu debat program yang positif, terutama masalah ekonomi. Saya kira itu silakan saja," ucap Tito seusai apel pengamanan Pemilu 2019 di Monumen Nasional, Jakarta, Selasa (18/9).

Baca Juga: Kapolri: Negative Campaign Boleh Saja

Tito mengatakan, justru pemilihan anggota legislatif (pileg) lebih rawan konflik dibandingkan pilpres. Dengan demikian, Polri juga mendorong penyelenggara pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), agar menekankan pemilu damai. 

"Para pimpinan wilayah KPU-Bawaslu ini kita mendorong sebanyak-banyaknya bergulir. Deklarasi pemilu damai 2019 tanpa berorientasi pada pemenangan sosok tertentu," ujar dia. 

Menurut Tito, bila komitmen pemilu damai ditekankan hingga ke akar rumput, potensi konflik SARA maupun konflik lainnya dapat ditekan. "Kalau komitmen itu bergerak sampai ke masyarakat, maka masyarakat  juga tidak akan mudah diajak melakukan aksi katakanlah aksi anarki. Kita akan tindak tegas bila itu terjadi," kata Tito menegaskan. 

Adab kampanye

Terpisah, anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Fritz Siregar mengingatkan para kontestan untuk tidak melakukan ujaran kebencian dalam kampanye. Ia mengatakan, pihak-pihak yang melakukan ujaran kebencian dalam kampanye tidak hanya akan disanksi dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

Lebih dari itu, larangan untuk menggunakan ujaran kebencian juga diatur dalam KUHP, UU ITE, dan UU Anti-Diskriminasi. Ia menegaskan, seluruh aturan itu memiliki implikasi hukum pidana.

"Soal itu kan sudah diatur dalam UU No 7 2017, pasal 280, larangan untuk menyampaikan hasutan ataupun ajakan, ujaran kebencian," kata dia dalam Forum Group Discussion di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/9).

Baca Juga: TKN Jokowi-Ma'ruf Cari Masukan Aturan Main Capres-Cawapres

Menurut dia, semua pihak memiliki tanggung jawab untuk menyukseskan pemilihan umum (pemilu) yang damai. Karena itu, setiap pasangan calon ataupun tim kampanye diimbau untuk berkampanye dengan mengedepankan visi, misi, dan program dengan cara-cara yang lebih beradab.

"Kita punya tanggung jawab untuk membuat pemilu damai dan pemilu bersih," ujar dia.

Karena itu, ia mengatakan, Bawaslu terus melakukan pencegahan dan sosialisasi demi kampanye yang beradab. Menurut dia, Bawaslu selalu berkomunikasi dengan setiap pasangan calon dan tim kampanye untuk tidak melakukan kampanye hitam.

"Ini (forum diskusi dengan tim kampanye Jokowi-Ma'ruf) kan salah satu bagian dari usaha Bawaslu untuk melakukan fungsi pencegahan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement