Senin 17 Sep 2018 18:55 WIB

Komitmen Parpol Soal Pemberantasan Korupsi Dinilai Minim

Saat ini, partai politik seakan kesulitan mencari kader yang berintegritas.

Rep: Ronggo Astungkoro, Bayu Adji P/ Red: Ratna Puspita
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar saat menjadi pembicara dalam diskusi publik Mahkamah Konstitusi Ikhtir Menjaga Integritas dan Profesionalitas Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (9/3).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar saat menjadi pembicara dalam diskusi publik Mahkamah Konstitusi Ikhtir Menjaga Integritas dan Profesionalitas Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (9/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya anggota legislatif yang tersangkut kasus korupsi dinilai karena komitmen partai politik terhadap pemberantasan korupsi bermasalah. Kemauan partai politik untuk menguatkan agenda pemberantasan masih minim.

"Komitmen partai dari dulu bermasalah. Kemauan untuk menguatkan agenda antikorupsi yang minim," ujar Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar, Senin (17/9).

Menurutnya, sangat penting saat ini untuk menagih komitmen partai politik terkait pemberantasan korupsi di negeri ini. Terlebih, akar persoalan tersebut berada di partai politik.

Saat ini, kata dia, partai politik seakan kesulitan mencari kader yang berintegritas. Karena itu, jangan heran jika publik juga kesulitan mencari partai politik yang memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi.

"Kepercayaan publik kepada partai politik sangat rendah. Hal itu terkonfirmasi dari berbagai survei kepercayaan pun yang menempatkan partai politik di posisi terbawah," ujarnya.

Sepanjang Januari sampai Mei 2018, setidaknya ada 61 anggota DPR dan DPRD yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak 2004, anggota DPR dan DPRD yang terlibat kasus korupsi telah mencapai 205 orang.

Teranyar, dari 45 anggota DPRD Kota Malang, 41 orang di antaranya telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan praktik korupsi berjamaah. Praktik yang juga diduga dilakukan oleg DPRD Jambi dan DPRD Sumatra Utara.

Upaya menyeleksi agar tidak ada calon anggota legislatif (caleg) yang pernah terjerat kasus korupsi juga menuai hambatan. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan uji materi terhadap aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang eks narapidana kasus korupsi mencalonkan sebagai anggota korupsi.

photo
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Siti Zuhro. (Republika)

Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro putusan ini perlu menjadi dorongan agar partai politik selektif dalam merekrut kader-kadernya untuk caleg. "Kalaupun tak ada pasalnya, tetapi secara etika memang kurang pas," ucap dia di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/9).

Menurut Siti, dengan nuansa kompetisi yang sengit dalam kontestasi pemilu, partai politik dapat menghadirkan edukasi politik bagi masyarakat. Sebab, saat ini masyarakat sudah cerdas dalam menentukan calon wakil rakyat. 

“Itu kan yang diharapkan akan muncul kesadaran atau ada respons positif dari partai politik dan politisi untuk mempertimbangkan,” kata dia.

Ia meyakini, jika partai politik tetap mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi sebagai anggota legistlatif, masyarakat akan memberikan penalti. "Ini menunjukkan bahwa sengitnya kontestasi itu menjadi satu langkah baru partai untuk mempromosikan budaya politik baru yang betul-betul berintegritas pada etika itu," kata dia.

Sementara itu, Siti menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut menimbulkan pro-kontra di masyarakat. "Itu tentunya menimbulkan polemik di tengah masyarakat karena memang ada sebagian yang senyap saja, tetapi ada juga yang vokal menyayangkan dan tentunya kecewa," kata dia.

Sebab, ia mengatakan, selama ini Indonesia sedang fokus untuk memberantas praktik korupsi. Ia menilai, pemberantasan korupsi seharusnya juga direfleksikan dalam bentuk peraturan yang tegas. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement