Senin 17 Sep 2018 12:12 WIB

Membaca Sikap Parpol atas Putusan MA Soal Caleg Eks Koruptor

Parpol diminta tak berbohong untuk tidak memasukkan eks koruptor sebagai caleg.

Rep: Fauziah Mursid, Dian Fath Risalah, RR Laeny Sulistyawati, Sapto Andika Candra, Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Logo dan lambang partai politik di Indonesia.
Foto: sekilasindonesia.com
Logo dan lambang partai politik di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, Mahkamah Agung (MA) telah mengetuk palu pada pekan lalu bahwa mantan narapidana korupsi bisa mencalonkan diri sebagai caleg. Hal tersebut membatalkan PKPU tentang Pendaftaran Caleg yang sebelumnya melarang mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba untuk menjadi caleg.

Sejumlah partai politik (parpol) telah menyatakan sikap atas putusan MA tersebut. Bagaimana sikap mereka?

PDI Perjuangan (PDIP) menyatakan bahwa pihaknya tegas tidak akan memasukkan mantan napi korupsi menjadi calegnya.  "PDI Perjuangan tidak akan memasukkan caleg dan calon pemimpin nasional bermasalah," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto , Sabtu (15/9).

Hasto  menjelaskan, dalam konstruksi hukum nasional, PDIP menghormati keputusan MA yang mengijinkan caleg koruptor untuk bisa melanjutkan proses pencalegan. Namun, bagi PDIP, keputusan tersebut tidak akan menjadi jalan bagi mereka yang berstatus tersangka atau koruptor untuk menjadi caleg dari PDIP.

"Salah seorang komisioner KPU menyebut KPU takkan serta merta mencabut PKPU yang melarang ‎mantan napi korupsi menjadi caleg, namun meminta parpol agar memenuhi pakta integritas yang pernah diteken, dengan menarik caleg yang merupakan mantan napi korupsi. Kami menghargai sikap komisioner KPU itu,” kata Hasto.

Sebab, lanjut Hasto, bagi PDIP, menjadi pemimpin nasional, termasuk anggota legislatif, terlebih menjadi presiden dan wakil presiden, harus memiliki rekam jejak yang jelas, memiliki landasan moral yang kuat dan menjunjung tinggi watak dan karakter sebagai pemimpin untuk rakyat.

Sekjen  Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni mengaku kecewa dengan putusan itu. Meskipun, ia tetap menghormati putusan MA yang berarti membolehkan mantan napi korupsi maju menjadi caleg.

"Saya menerima keputusan hukum ini dengan kecewa, gerak dan jengkel. Bagaimana “rumah keadilan” memberikan keputusan yang terasa tidak adil bagi rakyat," ujar Raja Juli, Jumat (14/9).

Baca juga: Suasana Haru Warnai Perpisahan TGB Sebagai Gubernur

Karenanya, dengan adanya putusan itu ia menilai masyarakat yang kini menjadi penentu. Raja Juli meminta agar masyarakat cerdas memilih para caleg yang tidak pernah menjadi mantan napi korupsi maupun partai yang mengajukan caleg berasal dari mantan napi korupsi.

"Karena ini sudah menjadi keputusan dan akan dilaksanakan, rakyat harus cerdas memilih dan memilah parpol dan caleg yang anti-korupsi, parpol yang tidak menempatkan satu orangpun caleg mantan napi koruptor di DCT (daftar caleg tetap)," kata dia.

Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq menyebut saat ini partai politik yang menjadi penentu apakah tetap mengajukan caleg dari mantan narapidana korupsi atau tidak.  "Untuk putusan MA kembali kepada hati nurani partai masing-masing. Hukum harus ditegakkan tapi moral politik juga harus dijadikan pegangan," ujar Rofiq, Jumat (14/9).

Ia menilai saat ini tinggal bagaiamana partai politik merespon putusan tersebut. Meski diperbolehkan, namun setiap parpol semestinya mendukung para calon anggota legislatif harus bersih dari korupsi sebagaiamana aturan PKPU. "Upaya KPU ini seharusnya dilakukan oleh parpol," kata Rofiq.

Ia menegaskan partainya juga tidak terpengaruh dengan putusan MA yang mengabulkan gugatan uji materi larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg. Perindo akan tetap mengikuti aturan KPU dengan tidak menyertakan caleg yang berasal dari mantan napi korupsi.

"Partai perindo tetap konsisten mengikuti semangat KPU, kami menghargai keberanian dan kemauan kerasnya KPU dalam membuat para koruptor untuk tidak mencaleg," ujar Rofiq kepada wartawan, Jumat (14/9).

Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily memastikan partainya tidak akan merevisi calon anggota legislatif yang telah didaftarkan ke KPU. Meskipun MA  telah mengabulkan gugatan uji materi tentang larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon anggota legislatif.

"Soal apakah sikap Golkar seperti apa, tentu kita ya apa yg sudah didaftarkan dan telah dilakukan Golkar tidak akan direvisi kembali," ujar Ace, Jumat (14/9).

Ace mengatakan partainya tetap menjalankan pakta integritas yang telah ditandatangani partai dengan KPU maupun Bawaslu. Ace beralasan partainya berupaya membangun citra Golkar bersih itu tetap terjaga.

Baca juga: Ambruk Bersujud, Imam Masjid Wafat Saat Pimpin Shalat Jumat

Baca juga: Merapat ke Jokowi, Upaya Yusril Menjaga Eksistensi PBB

Sementara, Partai Gerindra menyebutkan sudah mencoret 26 nama bakal caleg yang sebelumnya terdaftar, lantaran berstatus sebagai mantan koruptor. Masih ada satu nama yang belum dicoret, yakni Muhammad Taufik sebagai caleg DPRD DKI Jakarta.

Wakil Sekjen Gerindra, Andre Rosiade, menyebutkan bahwa belum dicoretnya M Taufik dari daftar bacaleg karena yang bersangkutan masih menjajal mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA).

Sementara, Partai Gerindra mengaku tetap menghormati keputusan KPU apakah akan menuruti ketetapan MA atau tidak. Hal ini terkait ketetapan MA untuk membolehkan mantan koruptor maju lagi sebagai caleg. Meski begitu, Gerindra sudah mengambil langkah lebih awal untuk mencoret 26 nama bacaleg.

"Makanya kami menunggu oleh KPU. Kalau akhirnya KPU melakukan keputusan MA tentunya Bang Taufik akan masuk dalam DCT (Daftar Calon Tetap). Kalau KPU ngotot untuk tidak lakukan keputusan MA, Bang Taufik tidak akan masuk DCT. Gerindra hormati," jelas anggota Badan Komunikasi Publik Partai Gerindra Andre Rosiade, Ahad (16/9). M Taufik sendiri merupakan mantap narapida kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga pada Pemilu 2004. 

Sedangkan Partai Demokrat, bersikap tetap tidak akan mencalonkan kader mereka yang pernah menjadi narapidana korupsi sebagai caleg.  "Posisi kami tetap di awal, ke depan semuanya bersih. Kami tetap bertahan tidak mencalonkan sahabat-sahabat kami yang sudah menjalankan hukumannya," jelas Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, Ahad (16/9).

Hinca menuturkan, sejak awal partainya tidak pernah mundur dari sikap tersebut. Itu dilakukan dengan harapan supaya pemerintahan bisa berjalan dengan efisien. Bahkan, terkait sikap terhadap korupsi, pihaknya juga selalu bertahan dalam pendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan pernah dibubarkan.

"Karena kita masih butuh dia. Karena itu kami juga konsekuensinya berikhtiar memberikan calon-calon terbaik yang tidak kena kasus itu," katanya.

Untuk Partai Amanat Nasional (PAN), menyayangkan putusan MA tersebut.  "Kami menyayangkan putusan MA tapi tetap taat peraturan. Kalau peraturan telah diputuskan maka kami taat karena Indonesia negara hukum, tidak boleh menjustifikasi hukum dengan intimisasi opini," kata Wasekjen DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Faldo Maldini, Sabtu (15/9).

Jadi, kata dia, PAN tidak memberikan tempat sedikitpun untuk koruptor. Jadi, kalau dia kader PAN maka akan langsung dipecat. Siapapun kader PAN kalau korupsi langsung diganti dan di PAW kalau dia menjabat.

Karena itu,  dia melanjutkan, PAN mendukung jika ada gerakan mengecek portofolio caleg sebagai bentuk pendidikan politik. Disinggung mengenai empat orang caleg PAN yang memang lolos oleh Bawaslu daerah, ia mengakui meski secara spirit partainya anti korupsi tetapi tetap ada beberapa hal yang terlewatkan.

Namun, ia.menegaskan hal tersebut menjadi perhatian dari PAN secara internal. Bahkan dalam rapat internal kemarin Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mempertanyakan mengapa nama-nama tersebut bisa lolos seleksi.

Pihaknya juga akan membicarakan ini secara internal. Terlebih dengan DCT yang akan keluar pada 21 September mendatang masih ada waktu. Sehingga diharapkan dengan skema yang akan disusun hal tersebut akan beres.

photo
Daftar parpol penyumbang bakal caleg eks koruptor sebelum berkas mereka dikembalikan oleh KPU ke parpol masing-masing.

Parpol diminta tak berbohong

Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana meminta partai politik menjalankan komitmennya agar tidak mencoret calon anggota legislatif yang berasal dari mantan narapidana korupsi. Itu disampaikan Aditya menyusul adanya putusan MA yang membolehkan mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba menjadi caleg.

Aditya mewakili koalisi masyarakat sipil menagih janji parpol yang telah menuangkan komitmen dalam pakta integritas agar tidak mencalonkan caleg dari eks koruptor. "Parpol jangan cuma lip service, jangan cuma menenangkan publik klaim sudah coret tapi tunjukan nama-nama caleg eks koruptor ini benar-benar sudah hilang," ujar Aditya dalam diskusi di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad (16/9).

Menurutnya, parpol harus mendengarkan aspirasi publik yang benar-benar menginginkan caleg berintegritas dalam Pemilu legislatif 2019 mendatang. Ia pun meminta masyarakat mengawasi betul parpol yang tetap menyertakan caleg eks koruptor.

"Sehingga kami benar-benar percaya bahwa memang parpol telah mencoret caleg eks napi koruptor," ujar Aditya.

Sebab Aditya meragukan parpol mencoret caleg eks koruptor karena khawatir memengaruhi suara keterpilihan di dapil caleg tersebut. "Mereka berusaha memenangkan suara sebanyak-banyaknya, maka parpol terhadap orang yang punya punya potensial di daerah masing masing cenderung sayang untuk dicoret karena akan ganggu keterpilihan parpol tersebut," katanya.

Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengungkap dari sekitar 200 caleg eks koruptor dari berbagai partai yang dicoret oleh KPU, ada sekitar 44 yang mengajukan gugatan ke Bawaslu dan diterima oleh Bawaslu.

Ia berharap parpol yang calegnya dicoret tersebut tidak kembali mengajukan caleg eks koruptor tersebut. Begitu pun bagi 44 caleg eks koruptor yang diloloskan oleh Bawaslu agar bisa mengganti caleg tersebut.

Menurutnya, 44 caleg tersebut berasal dari 13 partai politik, berdasarkan 29 putusan Bawaslu di daerah yang tersebar di 24 daerah. "Itu calon-calon yang berasal dari 13 parpol, jadi berdasarkan yang mengsengketakan ada tiga parpol yang tidak punya bekground mantan napi. partai itu adalah PKB, kemudian PPP dan PSI," katanya.

Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) itu tak merinci komposisi parpol dari 44 caleg eks koruptor yang diloloskan Bawaslu tersebut. Namun ia menegaskan parpol tersebut untuk menaati pakta integritas yang sudah ditandatangani dengan KPU dan Bawaslu agar menghadirkan caleg yang berintegritas.

"Jumlahnya bervariasi, yang paling banyak itu Gerindra ada enam. tapi kan sekarang sudah dibatalkan pasal terkait ini, namun demikian sebetulnya partai-partai yang mencalonkan ini itu sudah tandatangan pakta integritas dan pakta itu isinya mereka tidak akan calonkan eks napi tiga tindak pidana termasuk korupsi," kata Hadar.

Baca juga: Pilpres 2019, Kala Dua Kubu Ulama Tetapkan Dukungan Berbeda

Baca juga:Bayangkan, Koruptor Bantuan Gempa Terpilih Jadi Legislator

Baca juga:Ucapan Alhamdulillah dari Para Mantan Napi Koruptor

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement