Ahad 16 Sep 2018 00:11 WIB

MA Abaikan Kehendak Publik Menyeleksi Caleg Koruptor

MA abai mempertimbangkan etika publik yang menghendaki input demokrasi yang bersih

Penyaringan caleg mantan koruptor
Foto: republika
Penyaringan caleg mantan koruptor

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dahnil Anzar Simanjuntak*

Keputusan Mahkamah Agung (MA) tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) pelarang caleg mantan koruptor, menurut saya MA abai mempertimbangkan etika publik yang menghendaki input demokrasi yang bersih. Selain itu, MA juga mengabaikan keinginan publik yang mau menyeleksi sejak awal caleg-caleg yang pernah tersangkut kasus korupsi untuk mencegah kambuhnya praktik korupsi di legislatif kita.

Bagi saya, koruptor cenderung berpeluang mengulangi perbuatannya dan untuk membantu mereka (mantan napi korupsi) menjauhi kemungkinan itu terjadi. Aturan pelarangan koruptor tersebut justru sebenarnya menyelamatkan mereka, dan tentunya yang utama menyelamatkan publik.

Nah, keputusan ini bagi saya sangat disayangkan karena mengabaikan etika publik yang sejatinya di atas hukum (ethics is beyond the law). Upaya KPU dan kita semua untuk menempatkan standar etika publik dan integritas publik meningkat diabaikan oleh MA. Namun, apa pun keputusannya, tentu saya menghormati keputusan hukum itu.

Setelah langkah aturan hukum melalui PKPU untuk meninggikan standar etika publik dan integritas bangsa gagal karena tidak bisa membendung para mantan napi koruptor, agaknya perlu kita mengingatkan sikap etik partai-partai politik, untuk menunjukkan komitmen moralnya. Caranya? Tentu dengan menarik saja caleg-caleg mantan koruptor itu. Sebab partai-partai tersebut sudah menandatangani pakta integritas terkait hal tersebut sebelumnya bersama KPU dan Bawaslu.

Bila menggunakan logika MA dan Bawaslu terkait hak hukum caleg mantan koruptor, maka sejatinya syarat-syarat mencari kerja seperti SKCK dari kepolisian, syarat-syarat tidak pernah dipidana pada recruitment pejabat publik seperti KPK, BPK, dll tidak perlu lagi. Tentu saja harus dihapuskan. Jika begitu, makin jatuh di titik terendah standar etika bangsa kita.

*) Pendiri Madrasah Antikorupsi/Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement