REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni masih optimistis partainya dapat lolos dalam parlemen. Menurut dia, sisa waktu tujuh bulan menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lebih dari cukup untuk meningkatkan elektabilitas partai.
Berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Agustus 2018, PSI meraih elektabilitas di bawah 1 persen. Bahkan, jika ditambah margin of error sebesar 2,9 persen dari survei itu, PSI belum mampu melewati ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen.
Namun, Antoni mengklaim, survei internal PSI menunjukkan angka yang berbeda. "Kita ada survei internal yang mengatakan hasilnya tidak seburuk itu. Tapi apapun itu, survei ini tentu akan kita pelajari," kata dia kepada Republika.co.id, di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/8).
Ia mengakui, selama ini sebagai partai baru PSI kesulitan untuk unjuk gigi. Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan masa kampanye baru akan dimulai pada 23 September.
"Kita gak punya ruang untuk berkampanye selama ini. Kita gak boleh berliklan, memasang atribut, ya memang secara politik kita dibongsai," kata dia.
Baca juga: Harapan Prabowo dari Gatot Nurmantyo
Meski begitu, ia yakin, dalam tujuh bulan masa kampanye PSI dapat meraih suara maksimal. Antoni sendiri menargetkan, PSI dapat meraih 7-8 persen suara dalam Pemilihan Umum Legistlatif (Pileg) 2019.
Menurut dia, target itu adalah yang paling realistis bagi PSI sebagai pendatang baru. "Sebagai partai baru, saya kira masih mungkin dan realistis untuk dikejar," kata dia.
Ihwal adanya anggapan PSI tak memiliki sosok yang populer srcara nasional, Antoni mengatakan, sejak awal dibentuk PSI tidak ingin mengandalkan ketokohan. Lebih dari itu, PSI ingin mengubah cara berpikir masyarakat bahwa partai politik harus memiliki tim yang kolektif, serta jaringan organisasi dan struktur yang solid.
"Kami tidak mengandalkan tokoh. Sejak awal memang kita tak ada tokoh. Saya kira tujuh bulan cukup. Insya Allah lah," ujar dia.
Sebelumnya, peneliti LSI Adjie Alfaraby menilai, PSI sukup masif memperkenalkan diri melalui media sossial (medsos) untuk menyasar kalangan milenial. Namun, menurut dia, masalah utama PSI tidak memiliki tokoh populer.
Apalagi, lanjut dia, kader yang direkrut di berbagai daerah cenderung minim pengalaman. "Dia tidak mampu membuat common issue untuk milenial. Milenial kan cenderung apolitis. Bagi milenial, PSI bukan partai yang mewakili milenial," kata dia, Rabu (12/9).
LSI mengelompokkan PSI bersama lima partai lain yang elektabilitasnya tak mencapai 1 persen. Partai-partai itu adalah Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 0,6 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) 0,2 persen, PSI 0,2 persen, Partai Berkarya 0,1 persen, Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) 0,1 persen, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 0,1 persen.
"Enam partai ini butuh keajaiban lolos PT (parliamentary threshold)," kata dia.
Baca juga: Koalisi Prabowo Yakin KPU Bisa Selesaikan DPT Ganda