REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggelar Jambore Indonesia pada 13 hingga 15 September 2018 di Lapangan Rampal Malang, Jawa Timur (Jatim). Kegiatan yang menghadirkan 500 aktivis persampahan se-Indonesia ini menekankan 'Gerakan Indonesia Bebas Sampah'.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Danis Hidayat Sumadilaga, menjelaskan Jambore Indonesia Bersih dan Bebas Sampah menjadi sangat penting karena menghasilkan berbagai keluaran positif. Pertama, sebagai forum komunikasi nasional dan menjadi momen perumusan rencana aksi bersama untuk percepatan pengelolaan persampahan di Indonesia.
Ketiga, untuk memotivasi aktor-aktor penggiat persampahan di masing-masing wilayah agar memiliki pesan yang sama. "Sekaligus untuk mempererat kolaborasi antar sesama penggiat persampahan seluruh Indonesia juga," ujar Danis, di Kota Malang, Kamis (13/9).
Seperti diketahui, kata Danis, Kementerian PUPR diamanatkan untuk memenuhi target akses universal yang meliputi pencapaian Gerakan 100-0-100. Dengan kata lain, 100 persen akses aman air minum dan 0 persen kawasan kumuh. Kemudian 100 persen akses sanitasi yang layak dapat tercapai ke depannya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2016, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap pelayanan sanitas layak dan berkelanjutan di Indonesia baru mencapai 67,20 persen. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga juga mengamanatkan pelayanan persampahan 100 persen pada 2025.
Dalam hal ini target pengurangannya sebesar 30 persen dan penanganan 70 persen. Melihat hal ini, Gerakan Indonesia Bebas Sampah pun dianggap penting dalam Jambore Indonesia 2018. Jambore dianggap sebagai wadah untuk memfasilitasi para stakeholder dalam menjawab tantangan persoalan sampah di Indonesia. Terlebih lagi terdapat keinginan para penggiat dan komunitas persampahan untuk membangun kepedulian dan kekuatan bersama dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Pada kesempatan sama, Asisten Administrasi Pembangunan Setda Kota Malang, Diah Ayu Kusumadewi, menegaskan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang sangat mendukung program pemerintah dalam hal pengolahan sampah. Salah satunya, dia melanjutkan, melalui pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat dari Kementerian PUPR.
Yakni pada pelaksanaan pembangunan TPS 3R serta upaya untuk mengubah prilaku masyarakat melalui kegiatan jambore. Saat ini, Diah berpendapat, sampah menjadi masalah yang serius jika tidak ditangani secara baik. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sepanjang 2017 tercatat sebanyak 65,8 juta ton volume sampah yang dihasilkan.
Timbulan sampah ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. "Khusus di Kota Malang saja, berdasarkan data 2017, timbulan sampah yang dihasilkan mencapai 659,88 ton setiap harinya," tambah Diah.
Hingga saat ini, Diah tak menampik,pengelolaan sampah tetap menjadi persoalan klasik yang belum bisa ditangani sepenuhnya. Setiap tahun, kata dia, volume sampah terus meningkat. Sementara itu, jumlah sampah yang terangkut ke TPA tak sebanding dengan produksi sampah setiap harinya.
Adapun capaian layanan persampahan secara nasional baru mencapai 67 persen. Menurut dia, ini masih perlu kerja keras untuk mencapai target akses universal sebesar 100 persen pada 2019.
Diah menilai terdapat sejumlah faktor penyebab masih rendahnya capaian layanan persampahan. Beberapa di antaranya, yakni minimnya kualitas dan kuantitas sarana prasarana infrastruktur persampahan. Selain itu, perilaku masyarakat yang masih perlu ditingkatkan kesadarannya terhadap kebersihan.
Terkait kondisi tersebut, ia berharap, penyelenggaraan kegiatan jambore dapat memeroleh jalan keluar dalam pengelolaan persampahan. Kemudian juga mampu meningkatkan motivasi dan komitmen dari para penggiat persampahan dalam memberikan penyadaran kepada masyarakat. "Terutama tentang gerakan Indonesia bebas sampah," ujarnya.