Rabu 12 Sep 2018 19:49 WIB

KPK Analisis Permohonan Justice Collabolator Eni Saragih

Eni menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek PLTU Riau-1.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/9).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan, Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sudah mengajukan diri sebagai justice collabolator (JC) dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1. KPK masih menganalisis permohonan itu.

"Tersangka EMS ini memang sudah mengajukan diri sebagai JC. Jadi berkasnya sudah disampaikan ke KPK dan sedang dalam proses analisis lebih lanjut. Tentu kami perlu dalami informasi apa yang diketahui tersangka sehingga beberapa kali perlu dilakukan pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka lain," terang Febri di Gedung KPK Jakarta, Rabu (12/9).

Febri mengatakan, untuk memberikan status JC membutuhkan pertimbangan yang cukup panjang. Terdapat beberapa syarat seseorang bisa mendapatkan JC.

"Kami jelaskan ada syaratnya, salah satunya mengakui perbuatannya. Kemudian membuka info seluas-luasnya. Sampai saat ini baik dalam proses pemeriksaan terdakwa di pengadilan ataupun penyidikan,"terang Febri.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka Ketiga tersangka itu antara lain, Eni Maulani Saragih, bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo dan teranyar, Idrus Marham. Diduga saat menjabat sebagai PIt Ketua Umum Partai Golkar periode November sampai dengan Desember 2017 dan Menteri Sosial, Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait dengan penerimaan uang oleh Eni dari Johannes.

Diketahui, sekitar November Desember 2017 dIduga Eni menerima Rp 4 Miliar. Lalu, sekitar bulan Maret dan Juni 2018 diduga Eni jiga menerima sekitar Rp2,25 Miliar.

Idrus juga diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan purchase power agreement (PPM/jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau 1. Selain itu, Idrus juga diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan Johannes apabila PPA Proyek PLTU Riau 1 berhasil dllaksanakan oleh Johannes dan kawan-kawan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement