Rabu 12 Sep 2018 14:33 WIB

Menteri ATR/BPN Sebut Mafia Tanah Sulit Dibuktikan

Ada 8.000 kasus terkait masalah pertanahan di Indonesia

Petugas menujukkan barang bukti dokumen kasus mafia tanah yang menggunakan surat palsu di Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi ditunjukkan kepada wartawan saat rilis di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (5/9).
Foto: Antara/Reno Esnir
Petugas menujukkan barang bukti dokumen kasus mafia tanah yang menggunakan surat palsu di Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi ditunjukkan kepada wartawan saat rilis di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Menteri Pertanahan Agraria dan Tata Ruang/Bidan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil menyebutkan praktik mafia tanah yang selama ini mengemuka ke publik sulit dibuktikan. Sejumlah kasus praktik mafia tanah marak dilaporkan di beberapa daerah.

"Namanya mafia tanah itu kedengaran, ya kan, tapi kita nggak bisa buktikan sampai kemudian itu menjadi kasus," sebut Sofyan disela pembukaan Rembuk Nasional Pertanahan, Revitalisasi Hukum Pertanahan Indonesia digelar Institut Sembilan di hotel Claro Hotel Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/9).

Ia encontohkan beberapa kasus, di Jakarta polisi telah menangkap sejumlah orang yang menggugat tanah yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI. Dari kejadian itu melihat sekali bahwa ada orang mengajak berpura-pura menjadi ahli waris lahan tersebut.

Sedangkan di Bekasi, juga didengarnya ada mantan lurah, mantan pejabat yang membuat surat keterangan kepemilikan tanah, tapi semua itu dilakukan itu tidak benar.

Kemudian, di Medan kasus Siamin-Sukardi, itu sudah di hukum enam tahun pada pengadilan setempat. Dan dalam prosesnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), itu juga disebut mafia tanah.

"Jadi, mafia tanah ini terdengar tapi kita nggak bisa membuktikan sampai terbukti, sampai ditangkap oleh Kepolisian, Kejaksaan, sampai dibawa ke pengadilan," tutur mantan Menteri Komunikasi dan Informatika tersebut.

"Yang kita lakukan adalah mencegah supaya ke depan itu tidak terjadi lagi hal yang sama," ucap Sofyan.

Sementara dalam pidato pemaparannya saat pembukaan Rembuk Nasional Pertanahan, Sofyan menyampaikan ada 8.000 kasus terkait masalah pertanahan. Hal ini terkait dengan sengketa lahan dan pembebasan lahan. Dengan digodoknya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Agraria pertanahan, harapannya nanti lahan untuk kepentingan umum tidak akan menjadi masalah, apabila seluruh tanah sudah didaftarkan. Ini bertujuan hal mengurangi terjadinya konflik.

"Kami berusaha dan berupaya mencegah konflik-konflik itu terjadi di masa datang. Sekarang ini kita selesaikan yang tercatat ada delapan ribuan kasus di seluruh Indonesia. Masalah sengketa ini telah menjadi perhatian publik tentunya," papar dia.

Tidak hanya itu, dirinya mengemukakan  saat ini pihak  intens membahas terkait RUU Pertanahan di DPR, mengingat peraturan  perundang-undang yang berjalan saat ini perlu diperbaharui  seiring berkembangnya jaman. "Kami berharap persoalan tanah nantinya bisa diselesaikan secara sestimik. Karena Undang-undang kita sekarang ini sudah terlalu tua, makanya di ajukan Rancangan Undang-Undang  ke DPR untuk segera dibahas," paparnya.

Hal tersebut, tambah mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara ini, karena mengikuti perkembangan-perkembangan di tengah masyarakat serta jaman kekinian, sehingga RUU Agraria harus cepat diselesaikan. "Banyak yang sudah ter update (baru), termasuk hak-hak yang belum masuk. Tentunya dengan Undang-undang terbaru itu kita akan menggerakkan sertifikat secara positif, lebih praktis dan lebih mudah," tambahnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement