REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan sebanyak 38 mantan narapidana kasus korupsi yang diputus lolos menjadi bakal caleg DPRD provinsi, kabupaten, dan kota sampai saat ini tetap tidak masuk ke dalam data daftar caleg sementara (DCS). Seluruh eks koruptor itu pun berpotensi tidak akan masuk dalam daftar caleg tetap (DCT) Pemilu 2019.
KPU telah merangkum data sebanyak 38 mantan narapidana kasus korupsi dari berbagai daerah. Berdasarkan putusan Bawaslu dan jajarannya di daerah, 38 orang tersebut dinyatakan memenuhi syarat sebagai bakal caleg DPRD provinsi, kabupaten dan kota.
Menurut Wahyu, putusan terhadap 38 orang itu tetap ditunda pelaksanaannya oleh KPU. "Kami bekerja berdasarkan PKPU. Manakala belum diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA) bahwa PKPU dibatalkan, ya kami masih memakai PKPU sebagai landasan hukum (dalam pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota)," jelas Wahyu kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/9).
Artinya, lanjut Wahyu, para mantan narapidana korupsi yang kini telah dinyatakan lolos sebagai bakal caleg tetap tidak masuk dalam DCS. Wahyu pun membenarkan jika nantinya ada potensi 38 orang itu tidak masuk dalam DCT.
"Sebab tiga mantan narapidana (mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak) dicoret atau dinnyatakan tidak memnenuhi syarat sejak DCS," kata dia.
Dia pun menegaskan jika jumlah para mantan narapidana korupsi yang diloloskan Bawaslu di daerah kemungkinan tidak akan bertambah. “Sepertinya 38 saja. Dari yang sebelumnya hanya ada tiga putusan kemudian bertambah hingga saat ini ada 38 putusan. Nanti jika ada putusan MA terkait uji materi PKPU larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg, apapun putusannya kami akan laksanakan,” kata dia.
Adapun 38 orang mantan narapidana korupsi yang diloloskan Bawaslu berasal dari 13 parpol dari 16 parpol nasional peserta Pemilu 2019. Berdasarkan rekapitulasi data oleh KPU, 38 eks koruptor itu, yakni :
1. PKB (Nihil)
2. Gerindra
- Muhammad Taufik (DKI Jakarta 3)
- Herry Jones Kere (Sulawesi Utara 1)
- Husen Kausaha (Maluku Utara 4)
- Alhajar Syahyan (Tenggamus 4)
- Ferizal (Belitung Timur 1)
- Mirhammuddin (Belitung Timur 2)
3. PDIP
- Idrus Taji (Poso 4)
4. Golkar
- Hamid Usman (Maluku Utara 3)
- Heri Baelanu (Pandeglang 1)
- Dede Widarso (Pandeglang 5)
- Saiful T Lami (Tojo Una-una 1)
5. Nasdem
- Abu Bakar (Rejang Lebong 4)
- Edi Ansori (Rejang Lebog 3)
6. Garuda
- Julius Dakhi (Nias Selatan 1)
- Ariston Moho (Nias Selatan 1)
7. Berkarya
- Meike Nangka (Sulawesi Utara 2)
- Arief Armaiyn (aluku Utara 4)
- Yohannes Marinus Kota (Ende 1)
- Andi Muttamar Mattotorang (Bulukumba 3)
8. PKS
- Maksum DG Mannassa (Mamuju 2)
9. Perindo
- Smuel Buntuang (Gorontalo 6)
- Zulkifri (Pagar Alam 2)
10. PPP (Nihil)
11. PSI (Nihil)
12. PAN
- Abd Fattah (Jambi 2)
- Masir (Belitung Timur 1)
- Muhammad Afrizal (Lingga 3)
- Bahri Syamsu Arief (Cilegon 2)
13. Hanura
- Mudatsir (Jawa Tengah 4)
- Wilhelmus Tahalele (Maluku Utara 3)
- Ahmad Ibrahim (Maluku Utara 3)
- HM Warsit (Blora 3)
- Moh Nur Hasan (Rembang 4)
14. Demokrat
- Jones Khan (Pagar Alam 1)
- Jhony Husban (Cilegon 1)
- Syamsudin (Lombok Tengah 5)
- Darmawaty Dareho (Manado 4)
15. PBB
- Nasrullah Hamka (Jambi 1)
16. PKPI
- Matius Tungka (Poso 3)
- Joni Kornelius Tondok (Toraja Utara)