REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Kementerian Pertanian untuk berhati-hati dalam menentukan aturan pengadaan barang dan jasa. Hal itu dikhawatirkan terjadinya kebocoran anggaran atau korupsi.
"Hal tersebut berdasarkan perubahan kebijakan pengadaan sarana produksi (Saprodi) pertanian, seperti benih, pupuk, dan obat-obatan yang dilakuka dengan penunjukkan langsung lewat e-catalog," kata Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto, Jumat (7/9).
Indonesiaon Watch (ICW) menyebut bahwa penunjukkan atau pengadaan langsung memiliki syarat atau kondisi yang sudah diatur dalam undang-undang. "Misalkan yang diadakan itu khusus, kemudian pengadaannya itu dalam kondisi darurat. Kalau tidak dalam kondisi darurat ya tidak bisa," jelasnya.
Agus juga mengingatkan bahwa sudah ada peraturan yang mengatur pengadaan barang dan jasa bagi kementerian dan Lembaga, yakni Perpres Nomor 16 tahun 2018. Artinya semua pengadaan barang dan jasa harus merujuk pada aturan tersebut.
"Kalau di kementerian jelas dengan Perpres 16 tahun 2018, itu pengadaan harus wajib dilakukan merefer pada perpres ini. Kalau membuat aturan sendiri, harusnya aturan yang satu tidak berbenturan dengan aturan yang ada," jelas Agus.
Untuk itu menurutnya KPK harus melihat aturan yang ada dan aturan yang diterapkan. Jika Kementan masih tetap melanjutkan kebijakan tersebut, maka menurutnya KPK harus memberikan notifikasi atau peringatan.
Terkait hal ini Agus berkomentar bahwa semestinya pengadaan yang baik harus memiliki rencana umum pengadaan. Ia menyebut, jika ingin membuat sebuah rencana ke depan harus dibuat terlebih dahulu perencanaan.