REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu ditemukan kasus kirab anak-anak di Jawa Timur dengan simbolisasi perjuangan agama melalui kekerasan. Hal tersebut tentunya menyadarkan kita semua bahwa penanaman pemahaman radikalisme ternyata dimulai sistimatis sejak usia dini. Bahkan kasus lain juga ditemukan unsur narasi kekerasan dalam pelajaran sekolah anak usia dini.
Hal tersebut tentunya sudah sangat berbahaya apabila penanaman radikalisme seperti intoleransi, penamanam militansi kebencian terhadap orang lain dan sikap acuh serta apatis terhadap kebangsaan sudah ditanamkan sejak dini. Padahal anak-anak adalah investasi bangsa Indonesia di masa depan.
Untuk itu keluarga melalui orang tua sangat berperan penting dalam membentuk karakter anak sejak usia dini agar ideologi-ideologi permaham radikal yang berkonotasi negatif seperti intolerasi, anti Pancasila dan anti NKRI tidak menyebar ke kalangan anak-anak apalagi melalui menyebar melalui sekolah.
“Anak-anak usia Playgroup, TK, SD seperti itu memang masih punya keterbatasan pola pikir, sehingga mereka biasanya apa yang dia lihat, maka itu yang dia tiru tanpa melalui saringan yang lebih kritis seperti halnya orang dewasa. Untuk itu anak sangat butuh pendampingan orang tua dari apa yang mereka dengar dan lihat,” ujar Psikolog anak dan keluarga, Putri Langka, Kamis (6/9).
Dikatakan Putri, bahkan tontonan di media sekarang ini kadang-kadang juga tidak bersahabat sehingga semua berita yang ditayangkan seperti adanya ujaran kebencian dan sebagainya seakan-akan mudah ditiru oleh anak-anak.
“Dan itulah fungsi orang tua untuk mendampingi anaknya supaya anak tersebut bisa memilah-milah mana yang boleh dilakukan anak dan tidak boleh dilakukan. Dan bahasa yang disampaikan ke anak pun juga yang sederhana agar mudah diterima oleh anak tersebut,” ujar wanita yang serimg menghiasi layar televisi dalam acara konsultasi psikologi anak dan keluarga ini.
Dirinya melihat kasus bom bunuh diri di Surabaya beberapa waktu lalu dalam satu keluarga yang juga melibatkan anak dibawah umur tentunya menjadi sesuatu yang sangat miris. Memang menurutnya orang tua harus mengajarkan kepada anaknya untuk masuk surga, namun bukan dengan ajaran agama yang salah untuk melakukan jihad yang berujung melakukan aksi bom bunuh diri tersebut.
“Dan untuk mencegah radikalisme pada anak tentunya cegah dulu orang tuanya. Orang tua seperti ini justru perlu mendapatkan wawasan kebangsaan lebih dulu, yang perlu diajarkan mengenai toleransi dan mendapatkan pemahaman agama yang penuh. Karena dengan begitu mereka bisa mengarjakan hal tersebut kepada anaknya,” ujar wanita yang juga dosen Fakultas Psikologi Universita Pancasila ini.