Jumat 07 Sep 2018 17:16 WIB

#2019GantiPresiden, Komisioner Bawaslu Dilaporkan ke DKPP

Dua komisioner Bawaslu menilai gerakan #2019GantiPresiden bukan pelanggaran pemilu.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/8).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (LBH Almisbat) melaporkan dua komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP). Mereka dilaporkan karena dugaan pelanggaran etik terkait aksi dan tagar #2019GantiPresiden.

"Pokok laporan kami adalah pernyataan Fritz Edward dan Rahmat Bagja selaku komisioner Bawaslu yang menyatakan, tagar #2019GantiPresiden bukan pelanggaran pemilu atau bukan kampanye hitam," tutur kuasa hukum LBH Almisbat, Adhel Setiawan, di kantor DKPP, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (7/9).

Menurut Adhel, tokoh-tokoh yang menggerakkan aksi dan tagar tersebut merupakan orang-orang yang terlibat langsung dalam partai politik pendukung salah satu pasangan pemilihan presiden 2019, yakni Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Terlebih, kata dia, gerakan tersebut diikuti oleh tokoh-tokoh organisasi Hizbut Thahrir Indonesia (HTI).

"Ada sebuah video yang kami lampirkan juga dilaporan ini. Video Mardani Ali Sera dan Ismail Yusanto yang menyatakan 2019 ganti presiden dan ganti sistem. Ini kan makar, (komisioner) Bawaslu mendukung, makanya kami laporkan, etiknya," jelas dia.

Di samping itu, perwakilan dari LBH Almisbat, M Ridwan, mengatakan, pembiaran terhadap aksi dan tagar #2019GantiPresiden membuatnya semakin ramai dan telah terjadi banyak benturan di masyarakat. Ia kemudian mempertanyakan tanggung jawab yang akan dilakukan Bawaslu karena membiarkan aksi dan tagar tersebut dibiarkan.

"Karena hastag itu sudah mulai ramai di luar dan terjadi banyak benturan. Apakah Bawaslu saat ini mau bertanggung jawab jika di lapangan terjadi bentrokan?" katanya.

Dalam laporannya ini, LBH Almisbat menduga kedua komisioner Bawaslu itu melanggar Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, Pasal 10 huruf a, dan Pasal 11 Peraturan DKPP Republik Indonesia RI No. 2/2017 tentang Kode Etik Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

LBH Almisbat mendesak DKPP untuk memecat Fritz dan Rahmat dari keanggotaan mereka sebagai Komisioner Bawaslu RI. Kemudian, mereka juga mendesak DKPP untuk menyatakan bahwa gerakan #2019GantiPresiden adalah sebuah gerakan terlarang.

Komisioner Bawaslu, Fritz Edward Siregar, pernah menyebut gerakan #2019GantiPresiden bukan termasuk sebagai bentuk kampanye. Sehingga viralnya gerakan tersebut, sejauh ini bukan termasuk sebagai bentuk pelanggaran Pemilu.

"Bawaslu dalam posisi mengatakan bahwa #2019GantiPresiden sampai saat ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (tentang Pemilu)," kata Fritz saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Selasa (28/8).

Lebih lanjut, ia juga mengomentari terkait penolakan terhadap gerakan #2019GantiPresiden di Surabaya, Jawa Timur, seharusnya juga bukan sebagai bentuk pelanggaran. Tetapi jika memang polisi sampai ikut turun tangan, artinya penolakan tersebut sudah ada yang melampaui batas aturan.

Menurut dia, bila pada penyampaian pendapat ada proses yang dilanggar semisal ada intimidasi atau pertemuan tanpa izin. Maka, hal itu dapat ditindak aparat kepolisian.

"Kalau ada pelanggaran Undang-Undang nomor 7 di situ, baru Bawaslu yang bertindak. (Akan didalami) Undang-Undang nomor 7 mana yang dilanggar? Karena tidak ada Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 yang dilanggar," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement