Jumat 07 Sep 2018 11:13 WIB

Perkawinan Anak Jawa Barat Disebut Masih Tinggi

Perlindungan anak harus memiliki payung hukum.

Para peserta dikusi tentang urgensi perkawinan anak yang diselenggarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI). Para peserta menunjukkan sejumlah poster kecil untuk mengingatkan tentang perkawinan anak yang masih tinggi.
Foto: Dok Republika
Para peserta dikusi tentang urgensi perkawinan anak yang diselenggarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI). Para peserta menunjukkan sejumlah poster kecil untuk mengingatkan tentang perkawinan anak yang masih tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Tingginya angka perkawinan anak masih menjadi masalah besar dalam meningkatkan kualitas hidup, termasuk di provinsi Jawa Barat. Itu sebabnya, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menggelar diskusi dengan stakeholder terkait tentang urgensi perkawinan anak yang di dukung oleh Lembaga Internasional Oxfam di Indonesia.

“Program ini sebagai upaya sosialisasi pencegahan perkawinan anak di Jawa Barat yang masih tinggi,” kata Sekretaris Wilayah Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Barat, Darwini , Rabu (6/9).

Data BPS pada 2015 menyebutkan, di tahun 2012, angka praktik perkawinan anak masih signifikan sebanyak 989.814. Lalu pada tahun 2013 ada 954.518 anak dan pada tahun 2014 ada 722.

Menurut Darwini, kegiatan ini selain sosialisasi juga untuk mendorong agar para pengambil kebijakan di daerah membuat regulasi yang dapat mencegah kekerasan terhadap perempuan, anak perempuan, dan perkawinan anak (KTPAP dan PA).

Sementara itu, Yuningsih Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, mengatakan, ia telah berjuang agar persoalan ini memiliki payung hukum melalui Peraturan Daerah (Perda).

“Perda tentang Perempuan dan Anak di Kabupaten Cirebon telah diterbitkan,” ujar Yuningsih.

Menurut dia, perda ini melalui proses panjang dan berharap akan bisa mendorong lahirnya Komisi Perlindungan Anak Daerah(KPAD).

Sementara itu, Yuni Kurniyatiningsih, Manager Proyek mewakili Oxfam di Indonesia  menyatakan Proyek “Creating Spaces” ini sebagai  upaya pencegahan, respon dan  untuk membangun pengetahuan kolektif tentang norma-norma sosial untuk pencegahan perkawinan anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement