Kamis 06 Sep 2018 12:42 WIB

Rupiah Terpuruk, Dedi Mulyadi Minta Setop Impor

Di kalangan pejabat, kebiasaan ‘beternak’ mata uang dolar pun harus diminimalisisai.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Agus Yulianto
Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Terpuruknya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS, mendapat perhatian sejumlah pihak. Salah satunya, dari Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi. Fenomena tergerusnya rupiah terhadap dolar itu, perlu segera disikapi. 

"Salah satu upayanya, dengan menyetop barang impor. Terutama, impor bahan pangan," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Rabu (5/9).

Menurut Dedi, banyak kebutuhan domestik yang sebenarnya masih bisa dipenuhi produksi dalam negeri. Karena itu, tidak harus melalui mekanisme impor. Seperti, bahan pangan. Areal pertanian di Indonesia, produksinya bisa mencukupi untuk kebutuhan domestik.

Bahkan, saat ini Kementerian Pertanian terus menggenjot supaya setiap hari ada panen. Karena itu, sudah seharusnya Indonesia tidak perlu lagi impor beras. Mengingat, semakin banyak impor, maka dampaknya rupiah makin melemah.

Untuk itu, dalam kondisi saat ini perlu upaya peningkatan produksi barang dan jasa dalam negeri. Hal ini dalam rangka pemenuhan kebutuhan domestik sendiri. Selain itu, surplus produksi itu dapat disalurkan dalam rangka peningkatan nilai ekspor. 

Selain itu, guna mendorong peningkatan rupiah, kemampuan produksi domestik seperti industri kecil, perkebunan dan industri kreatif harus segera didorong. Ada dua manfaat, pertama untuk kebutuhan dalam negeri. Kedua bisa diekspor. Dengan langkah ini, ada nilai strategis untuk meningkatkan performa fundamen ekonomi Indonesia.

Selain menganalisa aspek moneter, Dedi juga ingin menjelaskan aspek fiskal. Menurut dia, APBN dan APBD harus dikelola secara efektif dalam rangka antisipasi penutupan pendapatan. 

Berbagai kegiatan rutin yang tidak menyentuh kebutuhan masyarakat secara langsung, harus dikurangi. Dedi mencontohkan, kegiatan seremonial dan rapat-rapat sosialisasi sebaiknya ditunda atau dilaksanakan dengan tanpa biaya yang membebani APBN atau APBD.

Selain itu, dirinya juga mengajak kepada seluruh masyarakat, untuk mengubah gaya hidup konsumtif. Terutama, para  pemimpin lembaga negara (pejabat) dan para politisi serta keluarganya. Mereka, harus memberikan teladan bagi masyarakat umum.

Sikap konsumtif tersebut, sudah menjadi ciri khas individu yang berasal dari kalangan atas. Karenanya, sudah saatnya mereka memberlakukan pola hidup hemat dan kurangi pelesiran ke luar negeri. 

Selain itu, kebiasaan ‘beternak’ mata uang dolar menjadi sorotan pria yang lekat dengan ikat kepalanya itu. Dedi menyebut fenomena itu sulit dihilangkan di kalangan pengusaha. Tetapi bisa diminimalisisai di kalangan pejabat. 

"Nah, kecintaan terhadap rupiah menjadi penting. Kalau untuk pengusaha mungkin tidak bisa 100 persen, karena mereka membutuhkan untuk transaksi usaha. Untuk pejabat, saya kira itu sangat bisa," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement