Selasa 04 Sep 2018 06:20 WIB

Cantika Lahir dan Tinggal di Tenda Pengungsian

Cantika dan 6.119 bayi lainnya terpaksa tinggal di tenda pengungsian akibat gempa..

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Friska Yolanda
Cantika, satu dari empat bayi yang kahir di tenda pengungsian di Desa Gelangsar, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, NTB.
Foto: Pemkab Lombok Barat
Cantika, satu dari empat bayi yang kahir di tenda pengungsian di Desa Gelangsar, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, NTB.

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Setiap ibu ingin proses persalinannya berjalan normal dan dengan situasi yang aman, tenang, dan kondusif. Namun, keinginan tinggal keinginan, pada akhirnya manusia hanya mampu berencana.

Musibah gempa membuat cukup banyak persalinan dengan proses yang seadanya. Salah satunya dialami Fitriani. Perempuan berusia 23 tahun itu harus menjalani persalinan dengan dibayangi kekhawatiran guncangan bumi yang terus menerus terjadi. 

Dengan dibantu Bidan Sifa'iyyah, Fitriani melahirkan anak keduanya di tenda darurat milik Puskesmas Penimbung. Puskesmas ini berada di wilayah Kecamatan Gunung Sari yang membawahi enam desa di bagian timur laut. Kecamatan Gunung Sari tergolong paling terdampak di wilayah Lombok Barat (Lobar) ini. 

Dengan diantarkan suaminya, Ari Susanto (34), Fitriani melahirkan pada Jumat (17/8) pukul 03.30 WITA. Ia melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat tiga kilogram dan panjang 50 cm yang diberi nama Cantika.

Kini, bayi itu harus hidup di bawah buaian sang ibu di pengungsian. Bersama ayah dan para tetangga lainnya, Cantika kecil harus mendiani tenda terpal ukuran 2,5x6 meter.

photo
Kondisi bayi yang lahir dan tinggal di pos pengungsian Desa Gelangsar, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB.

Saat ditemui di Pos Pengungsian Desa Gelangsar, Kecamatan Gunung Sari, bayi itu sedang menangis kedinginan. Suara lengkingan kerasnya memaksa sang ibu untuk membaluti tubuh mungilnya dengan kain sarung seadanya. 

Menurut Kepala Desa Gelangsar, Abdurrahman, setidaknya ada lima bayi yang lahir di tenda dan saat ini terpaksa hidup seadanya di pengungsian. 

"Rumah mereka sudah hancur. Awalnya cuma rusak ringan, tapi gempa yang terakhir Ahad (19/8) membuat rumah mereka hancur," kata Abdurrahman di Lombok Barat, NTB, Senin (3/9).

Di Desa Gelangsar, sekira 821 rumah rusak akibat gempa. Rumah-rumah tersebut sudah tidak mungkin mereka perbaiki seadanya lagi karena rusak berat. Sisanya kurang dari seribu rumah masih bisa diperbaiki karena hanya rusak ringan atau sedang. 

photo
Kondisi bayi yang lahir dan tinggal di pos pengungsian Desa Gelangsar, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB.

Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid mengaku telah mengunjungi pos pengungsian di bawah bukit itu. Ia hadir sambil membawa beberapa buah tangan yang dibutuhkan para pengungsi.

Kata Fauzan, Cantika bersama empat bayi lainnya di Desa Gelangsar tidak sendirian. Ada 6.119 bayi lainnya saat ini terpaksa mendiami tenda-tenda terpal yang dibangun orang tuanya dengan seadanya. 

"Angka tersebut menjadi lebih besar lagi bila diakumulasi dengan jumlah balita yang sebanyak 25.290 balita," ujar Fauzan. 

Fauzan menilai, angka tersebut akan semakin bertambah karena saat ini menurut data Dinas Kesehatan Lobar, ada 3.510 ibu hamil yang sedang mengungsi. Kondisi tersebut membuatnya sangat prihatin. 

"Ini salah satu alasan kenapa kita butuh hunian sementara (huntara). Bayi-bayi ini yang paling rentan terhadap cuaca," kata Fauzan. Ia mengeluhkan respons pemerintah yang belum menyetujui usulannya tentang program huntara.

photo
Kondisi bayi yang lahir dan tinggal di pos pengungsian Desa Gelangsar, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement