Ahad 02 Sep 2018 14:41 WIB

Bule-Bule Ikut Hibur Anak-anak Korban Gempa

Beberapa WNA menganggap Lombok sudah seperti rumah mereka sendiri.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Gita Amanda
Sejumlah WNA membantu menghibur korban Lombok.
Foto: Muhammad Nursyamsyi/REPUBLIKA
Sejumlah WNA membantu menghibur korban Lombok.

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK UTARA -- Sejumlah Warga Negara Asing (WNA) yang berada di Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), memilih tak ikut arus sebagaimana WNA lain yang meninggalkan Lombok karena gempa. Puluhan WNA bersama para pelaku wisata lokal di Gili, yang menamakan diri Lombok Rescue Movement (LRM) memilih tinggal dan ikut membantu korban gempa di Lombok.

Penggagas LRM, Ardi Ahmad, mengatakan, dia dan sejumlah bule-bule merupakan perkumpulan teman yang sudah lama tinggal di Gili. Pengalaman Ardi yang berkutat di bidang sosial, termasuk saat bencana alam di sejumlah daerah di Indonesia, serta perang sipil di Afrika, menggunggah niatnya mengajak kawannya di Gili yang berkewarganegaraan Italia, AS, Spanyol, Perancis, dan Australia untuk ikut membantu meringankan beban korban gempa.

"Kita muter dari satu lokasi pengungsian ke lokasi yang lain. Paling lama paling tiga malam," ujarnya kepada Republika.co.id di Dusun Lengkukun, Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, NTB, Kamis (30/8) lalu.

Dengan tenda kemah, relawan LRM ikut berbaur bersama korban gempa, seperti yang dilakukan di Dusun Lengkukun, Desa Kayangan, Kecamatan Lombok Utara. "Kita di sini cari masalah. Masing-masing kamp pengungsian masalahnya beda-beda, di sini yang kurang soal MCK dan belum adanya sekolah darurat," lanjutnya.

Ia menyoroti soal potensi gangguan psikologi masyarakat terdampak gempa, mengingat iklim yang cukup panas pada siang, dan begitu dingin kala malam menjelang. "Psikologi pasti terganggu kalau dua-tiga bulan tidak ada kegiatan, terutama anak-anak," ucap dia.

Ardi menilai, proses penanganan bencana sudah berjalan. Terlebih, dengan banyaknya bantuan relawan yang datang dari luar Lombok. Namun, kata dia, persoalan utama yang terjadi berada pada aspek pengorganisasian dari pemerintah sehingga proses penanganan kerap menemui hambatan di lapangan.

"Untuk kapasitas bencana alam Lombok, termasuk banyak relawan, sudah berlebihan, cuma cara mengorganisasinya saja," katanya.

Selain menghibur anak-anak, relawan LRM juga memiliki tenaga dokter. Ardi mengatakan, banyak juga bantuan yang ingin masuk dari luar negeri namun belum bisa terlaksana lantaran status bencana Lombok bukan bencana nasional.

WNA asal Napoli, Italia, Christie mengaku gembira bisa ikut membantu korban gempa di Lombok, terutama anak-anak. Di setiap lokasi pengungsian, Christie mengajarkan anak-anak menggambar dan mewarnai. Meski bahasa Indonesianya masih belum begitu lancar, namun tidak menjadi masalah baginya untuk berkomunikasi dengan anak-anak.

"Seru, senang sekali bisa bermain dengan anak-anak, biar mereka bisa kembali gembira," kata Christie. Christie yang telah lima tahun tinggal di Gili Trawangan, mengaku memilih berada di Lombok dan membantu para korban gempa.

"Karena saya sudah lama di sini, jadi kenapa saya harus meninggalkan saat mereka sedang kesulitan. Ini (Lombok) sudah seperti rumah saya sendiri," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement