Senin 27 Aug 2018 17:51 WIB

BMKG: Kajian Peneliti Asing Soal Gempa Besar Dipelintir

Profesor Harris menjelaskan soal gempa purba yang pernah terjadi di Indonesia.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Teguh Firmansyah
Gempa. Ilustrasi
Foto: Reuters
Gempa. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyayangkan beredarnya berita di beberapa media sosial yang membelokkan informasi dari peneliti Brigham Young University Profesor Ron Harris terkait potensi gempa besar.

Pasalnya, isu mengenai gempa berkekuatan magnitudo (M) 9,5 di wilayah Indonesia menimbulkan keresahan dan kecemasan masyarakat. 

Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhamad Sadly mengatakan, pihak BMKG telah mengonfirmasi informasi tersebut. Namun, ada pihak yang mengemas dan membumbui pesan ilmiah yang disampaikan Harris.

“Setelah kami cek, berita itu merupakan berita lama dan disebar ulang ke masyarakat. Ada pihak yang mengemas dan membumbui pesan ilmiah tersebut sehingga diinterpretasikan sebagai ramalan," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (27/8).

Ia menegaskan, hingga saat ini belum ada satupun teknologi yang mampu memprediksi gempa bumi secara presisi mengenai kapan dan berapa kekuatannya. Menurut Sadly, penyataan Profesor Harris yang dikutip pada laman www.wartaekonomi pada 5 Agustus 2017 mengkaji terkait palaeo tsunami (sejarah tsunami dimasa lalu).

Ia mengakui, Profesor Harris telah menyatakan, Indonesia pernah terjadi gempa besar yang mengakibatkan tsunami selain di Aceh, kondisi ini terlihat dari endapan purba di pulau Jawa, Bali, Lombok dan Suba di Bagian Selatan. Hal itu disebabkan Indonesia terletak berada di jalur gempa teraktif di dunia.

Baca juga, Berita Gempa dari LIPI Dipelintir Jadi Hoaks.

Selain itu, Indonesia dikelilingi oleh Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni, Indo-Australia dari sebelah Selatan, Eurasia dari Utara, dan Pasifik dari Timur. Namun, lanjut dia, penjelasan kapan dan di mana tempatnya secara pasti masih tanda tanya besar.

Dalam penjelasan ilmiah itu, kata Sadly, Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang sepenuhnya terletak di dalam kawasan "cincin api" sehingga bencana bisa terjadi sewaktu-waktu. Fakta kondisi inilah yang perlu dipahami oleh masyarakat Indonesia sehingga perlu dibutuhkan sikap kesiapsiagaan dan mitigasi.

“’Kesiapan terhadap bencana alam yang harus terus dibudayakan melalui sosialisasi dan edukasi publik secara menerus, yang disertai dengan praktek-praktek gladi siaga dan evakuasi gempa bumi," kata dia.

Daripada larut dalam ramalan dan perkiraan gempa, lanjutnya, masyarakat lebih baik memerkokoh pengurangan risiko bencana gempa. Selain itu, perlu juga disosialisasikan mengenai bangunan tahan gempa di lokasi rentan.

"Gempa bisa terjadi sewaktu-waktu, kapanpun dan di manapun. Kita berupaya jangan sampai ada korban dan dapat meminimalisir resiko dampak gempa, dengan cara tidak panik dan paham apa yang harus disiapkan sebelum, saat, dan setelah gempa," jelasnya.

Sadly mengimbau masyarakat untuk tetap tenang. Menurut dia, masyarakat seyogyanya tidak mudah percaya informasi yang tak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan ketepatan informasinya.

Sadly menegaskan, terkait informasi hoaks yang muncul dan viral di medsos, sepatutnya para netizen dapat menyaring secara bijak. “Pastikan informasi terkait gempabumi bersumber dari BMKG. Silahkan akses info BMKG melalui website maupun media sosial ‘infobmkg’ bukan yang lain. Kami terus memantau selama 24 jam," tambah dia.

Sebelumnya, beredar pesan berantai pada platform media sosial dan pesan instan Whatshapp, akan terjadi gempa Megathrust dengan kekuatan besar di Pulau Jawa, khususnya Jakarta dengan M 8,9. Pesan tersebut menyertakan nama Peneliti Asing dari Brigham Young University.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement