Ahad 26 Aug 2018 13:07 WIB

Mengenang Sosok Maestro Cerpen Hamsad Rangkuti

Hamsad dikenal sebagai maestro satra dengan sikap kritis.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Indira Rezkisari
Hamsad Rangkuti
Foto: dok. Republika
Hamsad Rangkuti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maestro Cerpen Indonesia Hamsad Rangkuti meninggal dunia pada usia 75 tahun di kediamannya di Depok, Ahad (26/8) pagi. Meski telah berpulang, kiprah almarhum dalam khazanah sastra Indonesia akan terus dikenang.

"Indonesia kehilangan salah satu sosok penting dalam perjalanan dunia kesusastraan dan kebudayaan secara umum dengan berpulangnya Bang Hamsad," kata sastrawan Putu Fajar Arcana kepada Republika.co.id.

Pria yang biasa dipanggil Can itu menyoroti peran besar almarhum selama perjalanannya berkarya. Hal pertama adalah posisi Hamsad sebagai pemimpin redaksi majalah sastra Horison periode 1980-1990an.

Menurut Can, Horison memberi warna dalam kesusastraan dengan menjadi acuan karya penulis generasi selanjutnya, terutama prosa dan puisi. Cerita yang dimuat di dalamnya menjadi teladan banyak kisah lain, dengan genre yang dijuluki Can sebagai realisme magis.

Selain peran memajukan dunia sastra lewat pengelolaan majalah Horison, Hamsad juga memikat lewat karya kreatifnya. Selama beberapa dekade, novel, cerpen, maupun buku kumpulan ceritanya sangat mengemuka dalam sastra Indonesia mutakhir.

Can menyebut salah satu yang terpenting yaitu cerpen berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu". Cerpen itu mulanya dimuat di koran Kompas pada 1998, kemudian diterbitkan menjadi kumpulan cerpen bersama karya Hamsad lainnya.

Dengan permainan diksi yang kuat, alur cerita yang sederhana disulap Hamsad menjadi berbeda. Kisah itu terus-menerus diceritakan banyak orang, tidak hanya sastrawan tapi juga orang-orang yang tadinya tidak mengenal dunia sastra.

Hal lain yang dikenang Can dari Hamsad adalah sosoknya yang seperti cerita berjalan. Ketika bertutur secara verbal, Hamsad seperti sedang mengisahkan novel atau cerpen yang runut, lengkap dengan plot, tokoh, dan ketegangan.

"Dia jago bermain kata dan makna. Kita menikmati betul ceritanya, baru kemudian akan terhenyak, tertawa, atau terharu," kata Can yang menerbitkan novel Gandamayu pada 2009.

Hamsad Rangkuti lahir di Titi Kuning, Medan, Sumatra Utara, 7 Mei 1943. Selama 75 tahun kehidupannya, sastrawan ini sudah melahirkan banyak karya novel dan kumpulan cerita pendek.

Sastrawan ini dikenal tidak ragu menunjukkan sikapnya, mengingat Hamsad termasuk seniman penandatangan Manifes Kebudayaan pada 1964 yang menolak politik sebagai panglima. Kelompok itu dilarang oleh Presiden Soekarno karena dinilai menyeleweng.

Hamsad pun diganjar sederet penghargaan untuk konsistensinya menulis. Beberapa di antaranya adalah Penghargaan Sastra Pusat Bahasa (2001), Khatulistiwa Literary Award 2003 untuk kumpulan cerita pendek Bibir dalam Pispot, dan Penghargaan Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi pada 2014.

Sejumlah karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti "Sampah Bulan Desember" (bahasa Inggris) dan "Sukri Membawa Pisau Belati" (bahasa Jerman). Beberapa karangannya dimuat dalam buku Beyond the Horizon, Short Stories from Contemporary Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement