Selasa 21 Aug 2018 16:47 WIB

Sastrawan Hamsad Rangkuti Tiga Bulan Koma

Dunia sastra Indonesia memberinya gelar Maestro Cerpen Indonesia

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Esthi Maharani
Sastrawan Hamsad Rangkuti didampingi sang istri, Nurwindasari (foto atas), sejumlah sastrawan mengunjungi Hamsad dan menyerahkan sumbangan yang dikumpulkan oleh komunitas Ruang Sastra (foto-foto bawah).
Foto: Dok Ruang Sastra
Sastrawan Hamsad Rangkuti didampingi sang istri, Nurwindasari (foto atas), sejumlah sastrawan mengunjungi Hamsad dan menyerahkan sumbangan yang dikumpulkan oleh komunitas Ruang Sastra (foto-foto bawah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sastrawan Hamsad Rangkuti diketahui sudah lebih dari tiga bulan tidak sadarkan diri. Hal itu disampaikan istrinya, Nur Windasari, yang sehari-hari terus setia mendampinginya.

“Sudah tiga bulan beliau enggak sadar. Kami butuh bantuan Proten dan oksigen,” tulis Nur Windasari dalam pesan singkatnya, Selasa (21/8).

Dunia sastra Indonesia menempatkan Hamsad Rangkuti sebagai figur cerpenis yang unggul sehingga menggelarinya sebagai Maestro Cerpen Indonesia. Hamsad Rangkuti lahir di Medan, pada 7 Mei 1943 silam.

Banyak cerpen Hamsad Rangkuti yang menuai apresiasi dari kalangan penikmat dan peneliti sastra. Misalnya, “Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu" dan “Untuk Siapa Kau Bersiul”.

Banyak kumpulan cerpennya yang sudah terbit, antara lain, Bibir dalam Pispot (2003), Sampah Bulan Desember (2000), Lukisan Perkawinan (1982), dan Cemara (1982).  Dia juga piawai menulis novel; terbukti melalui karya-karyanya, antara lain, Ketika Lampu Berwarna Merah (1981). Sejumlah karyanya sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing, termasuk Inggris dan Jerman.

Kondisi fisik Hamsad Rangkuti mulai menurun drastis sejak mengalami pendarahan pasca-operasi pemasangan ring di kemaluannya sekitar tahun 2011. Pada 2016, peraih Khatulistiwa Literary Award (2003) dan Southeast Asia Write Award (2008) itu menderita sakit jantung dan stroke ringan. Pada Mei 2018 lalu, tutur Nur, suaminya itu sempat masuk rumah sakit untuk menjalani operasi. Alasan kekurangan biaya menyebabkannya tidak kuat melanjutkan perawatan medis yang diperlukan.

Hamsad Rangkuti saat ini memerlukan pasokan oksigen tiap dua hari sekali. Mantan pemimpin redaksi Majalah Sastra Horison itu juga hanya bisa mengonsumsi makanan berupa Proten, lantaran kendala fisik yang dideritanya.

“Dalam sebulan Bang Hamsad  butuh 9-10 boks proten. Harga satu boks Proten sekitar Rp 256 ribu, atau sekitar Rp 2,3 juta sampai Rp 2,56 juta dalam sebulan,” ungkap Nur Windasari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement