Ahad 26 Aug 2018 01:05 WIB

Mengapa Idrus Marham Jadi Tersangka?

Idrus Marham mundur dari mensos untuk menjaga kehormatan Presiden Jokowi.

Mantan Menteri Sosial Idrus Marham menunduk ketika serah terima jabatan di Kantor Kementerian Sosial, Jakarta, Jumat (24/8).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Mantan Menteri Sosial Idrus Marham menunduk ketika serah terima jabatan di Kantor Kementerian Sosial, Jakarta, Jumat (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Dian Fath Risalah, Dessy Suciati, Febrianto A Saputro

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan tersangka baru dalam kasus dugaan suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Tersangka baru itu Idrus Marham, menteri sosial yang kemudian memilih mundur untuk fokus menghadapi kasusnya ini.

Ada sejumlah indikasi dugaan keterlibatan mantan Sekjen Partai Golkar itu dalam kasus suap ini. Dalam proses penyidikan KPK ditemukan sejumlah fakta baru dan bukti permulaan yanga cukup berupa keterangan saksi, surat, dan petunjuk sehingga dilakukan penyidikan baru tertanggal 21 Agustus 2018.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (24/8) malam, mengatakan IM (Idrus Marham) diduga menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari EMS (Eni Maulani Saragih), tersangka lain, sebesar 1,5 juta dolar AS atau senilai Rp 21,9 miliar (dengan kurs Rp 14.600 per dolar AS).

Uang sebesar itu, menurut Basaria, dijanjikan JBK (Johanes Budisutrisno Kotjo) bila PPA (purchase power agreement atau perjanjian penjualan pembangkit listrik) PLTU Riau 1 berhasil dilaksanakan JBK dan kawan-kawan. PLTU Riau 1 yang merupakan PLTU mulut tambang itu berdaya 2x300 megawatt.

KPK mengungkapkan Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait dengan penerimaan uang oleh Eni dari Johannes. Pada sekitar November Desember 2017, menurut KPK, diduga Eni menerima Rp 4 miliar. Lalu, pada sekitar Maret dan Juni 2018, diduga Eni juga menerima sekitar Rp 2,25 miliar.

Indikator lain yang menjadikan Idrus sebagai tersangka, KPK menduga Idrus menggunakan pengaruhnya sebagai elite Partai Golkar untuk menggerakkan mantan Eni M Saragih yang wakil ketua Komisi VII DPR membantu pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited, Johannes B Kotjo. "Ya mungkin bisa salah satu itu. Salah satu itu," kata Basaria.

Idrus diduga turut membantu Eni Saragih dalam memuluskan kepentingan Blackgold Natural Recourses Limited yang diwakili Kotjo dalam kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau 1. "Kami tidak mempersoalkan apakah posisi IM adalah sebagai ketua atau menteri atau sebagai sekjen dalam jabatannya, tapi yang bersangkutan turut membantu," ujar Basaria.

Atas perbuatannya, Idrus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ke-2 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yakni Eni dan Kotjo. Eni diduga sebagai penerima suap, sementara Kotjo diduga sebagai pemberi suap.

Uang sebesar Rp 4,8 miliar yang diterima Eni diduga terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1. Dengan ditetapkan sebagai tersangka, Idrus menjadi tersangka ketiga dalam kasus ini.

Dalam penyidikan perkara sejak 14 Juli 2018, penyidik KPK telah memeriksa 28 saksi. Mereka antara lain para pejabat PT Pembangkit Jawa Bali Investasi seperti direktur utama, direktur keuangan, direktur operasional, direktur pengembangan dan niaga, dan corporate secretary.

KPK juga sudah memeriksa pegawai dan pejabat di PT PLN antara lain direktur pengadaan strategis 2 PLN, pegawai PT PLN Batubara, Direktur PT China Huadian Engineering Indonesia, dan karyawan swasta. Dirut PLN Sofyan Basir pun telah diperiksa KPK.

Idrus Marham dilantik sebagai menteri sosial Kabinet Kerja Jokowi-JK pada pertengahan Januari tahun ini. Ia menggantikan mensos sebelumnya, Khofifah Indar Parawansa, yang mundur untuk maju pada Pilkada Jatim.

Sebelum menjadi mensos, Idrus menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar dari era Aburizal Bakrie hingga Setya Novanto. Kasus hukum yang menjerat Novanto menjadikan Airlangga Hartarto tampil sebagai nakhoda baru Golkar dan Idrus pun tergeser dari posisi sekjen.

Idrus diangkat sebagai Koordinator Kelembagaan Partai Golkar era Airlangga. Namun, sejak menyusul kasus hukum yang menjeratnya ini, Idrus pun memilih mundur dari posisinya saat ini di Golkar --selain mundur sebagai mensos.

Idrus menegaskan pengunduran dirinya sebagai mensos merupakan tanggung jawab moralnya sebagai menteri. "(Ini) bentuk pertanggungjawaban moral saya, maka saya mengajukan permohonan pengunduran diri," kata Idrus Marham di Kompleks Istana Presiden, Jakarta.

Idrus menjelaskan salah satu pertimbangan mengundurkan diri yakni untuk menjaga kehormatan Presiden. "Bapak Presiden selama ini kita kenal sebagai pemimpin yang memiliki reputasi komitmen yang tinggi dalam pemberantasan korupsi," kata Idrus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement