Sabtu 25 Aug 2018 17:01 WIB

KPK Dalami Peran Sofyan Basir

Sofyan diduga ikut berperan meloloskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan pengembangan terkait kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-I. Pada Jumat (24/8) KPK secara resmi mengumumkan mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebagai tersangka ketiga kasus ini.

"Setiap kasus yang kami pegang selalu ada pengembangan-pengembangan. Selalu ada kemungkinan penetapan tersangka lain, tapi nanti kami lihat pengembangan kasus oleh tim," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Salah satu pihak yang terus diusut  keterlibatannya adalah Dirut PLN Sofyan Basir. Diketahui, nama Sofyan Basir santer  disebut ikut terlibat dalam pembahasan proyek PLTU Riau-I. Sofyan diduga ikut berperan dalam meloloskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I. KPK Sendiri sudah dua kali melakukan pemeriksaan terhadap Sofyan sebagai saksi.

Bahkan, dalam CCTV yang disita KPK dari sejumlah lokasi, Sofyan Basir bersama dengan Idrus Marham beberapa kali melakukan pertemuan dengan kedua tersangka dalam kasus ini yakni Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka Ketiga tersangka itu antara lain, Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo dan teranyar Idrus Marham.

Diduga saat menjabat sebagai PIt Ketua Umum Partai Golkar periode November sampai dengan Desember 2017 dan Menteri Sosial, Idrus diduga mengetahui dan memiliki andiI terkait dengan penerimaan uang oleh Eni dari Johannes. Diketahui, sekitar November Desember 2017 dIduga Eni menerima Rp 4 Miliar. Lalu, sekitar bulan Maret dan Juni 2018 diduga Eni jiga menerima sekitar Rp2,25 Miliar.

Idrus juga diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan Purchase Power Agreement (PPM/jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau 1. Selain itu, Idrus juga diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni sebesar  1,5 juta dollar AS yang dijanjikan Johannes  apabila PPA Proyek PLTU Riau 1 berhasil dllaksanakan oleh Johannes dan kawan-kawan.

Dalam penyidikan perkara awal yang sudah dilakukan sejak 14 Juli 2018 hingga hari ini sekurangnya penyidik telah memeriksa 28 orang saksi. Atas perbuatannya, Idrus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ke-2 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement