REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI--Kota Sukabumi belum menetapkan status siaga darurat kekeringan. Padahal di lapangan sudah terlihat gejala kekeringan yang dirasakan masyarakat.
‘’Hingga kini belum ada penetapan status siaga darurat kekeringan,’’ ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi Zulkarnain Barhami kepada wartawan, Selasa (21/8). Sebabnya sampai saat ini belum ada daerah atau kecamatan yang secara resmi melaporkan terdampak kekeringan khususnya kesulitan air bersih.
Namun dari pantauan petugas di lapangan gejala kekeringan mulai terasa. Misalnya debit air sumur di permukiman warga yang mulai berkurang. Selain itu dahan atau daun pohon serta rumput liar yang mengering.
Zulkarnain mengatakan, petugas terus memantau informasi prakiraan musim kemarau yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Dalam informasi tersebut disebutkan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Agustus-September 2018. Di mana di sejumlah wilayah tertentu memasuki kriteria hari tanpa hujan (HTH) yang sangat panjang dan ekstrem.
Oleh kareanna itu kata Zulkarnain, sejak akhir Juli 2018 lalu BPBD Sukabumi mengerahkan tim untuk memantau dampak kekeringan di lapangan. Bila di lapangan ada warga yang kesulitan sarana air bersih maka petugas BPBD akan memberikan bantuan.
Caranya berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya dalam upaya penyediaan sarana air bersih. Namun berdasarkan pengalaman pada musim kemarau tahun sebelumnya kawasan yang rawan terdampak kekeringan adalah Kecamatan Baros, Cibeureum, dan Lembursitu (Bacile).