REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Abhan mengatakan, tidak terdapat sanksi apabila seorang bakal calon presiden atau wakil presiden terbukti memberikan "mahar politik" dalam proses pencalonan capres-cawapres. Jika terbukti ada "mahar politik" maka sanksi akan dijatuhkan ke partai politik (parpol) yang menerima.
"Di aturan tidak ada (sanksi). Sanksinya hanya partai yang bersangkutan tidak bisa untuk mengikuti pemilu berikutnya dan itu setelah terbukti di pengadilan yang punya kekuatan tetap," ujar Abhan di Jakarta, Rabu (15/8).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dikatakan Abhan, tidak mengatur tentang diskualifikasi apabila bakal capres-cawapres terbukti memberikan "mahar politik" kepada partai politik. Jika terbukti ada pemberian dana melalui putusan pengadilan yang berkekuatan tetap, maka hanya parpol yang menerima mendapat sanksi tidak dapat mengikuti pemilu berikutnya, tetapi dapat tetap mengikuti pemilu periode ini.
Bawaslu telah menerima laporan terkait dugaan pemberian "mahar politik" sebesar Rp500 miliar ke Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera dari bakal cawapres Sandiaga Uno.
Baca juga: Soal Jenderal Kardus, Demokrat: Itu Ketidakpuasan Andi Arief
Selanjutnya, Bawaslu akan melakukan klarifikasi serta mendalami laporan lengkap yang sudah diterima dengan mengundang pelapor dan pihak-pihak yang diduga mengetahui adanya aliran dana. "Kemarin sudah kami terima, nanti tentu akan kami dalami. Apa bukti-buktinya, sejauh mana kami harus klarifikasi pihak-pihak terkait," ucap Abhan.
Sebelumnya Wasekjen Partai Demokrat (PD) Andi Arief mengatakan Sandiaga memberikan mahar Rp500 miliar tersebut masing-masing kepada PKS dan PAN untuk melancarkan jalannya mendampingi bakal capres Prabowo Subianto.
Namun, Sandiaga menampik hal tersebut dan menegaskan tidak ada mahar karena proses pencapresan harus sesuai undang-undang. "Kita bisa pastikan itu tidak benar," ucap Sandiaga.