REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat yang mengirim bantuan untuk korban gempa Lombok, NTB agar menghindari susu formula untuk anak dan bayi. Berkaca dari pengalaman bencana skala besar, pemberian susu formula meningkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi, dan kematian bayi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, beberapa kali saat tanggap darurat bencana, susu formula dan susu bubuk adalah bantuan umum yang diberikan dalam keadaan darurat.
“Sayangnya, produk-produk tersebut seringkali dibagikan tanpa kontrol yang baik dan dikonsumsi oleh bayi dan anak-anak yang seharusnya masih disusui. Akibatnya, kasus-kasus penyakit diare di kalangan bayi usia di bawah enam bulan yang menerima bantuan susu formula dua kali lebih banyak dibandingkan mereka yang tidak menerima bantuan itu,” kata Sutopo, Ahad (12/8).
Di Bantul, Yogyakarta misalnya, saat proses penanganan bencana gempa, banyak bantuan susu formula yang berdatangan. Namun, pemberian susu formula kala itu justru meningkatkan terjadinya diare pada anak di bawah usia dua tahun. Sebanyak 25 persen dari penderita itu meminum susu formula.
Ia menegaskan, pemberian bantuan berupa makanan untuk bayi dan balita tidak dapat dilakukan sembarangan di pengungsian. Menyusui dalam kondisi darurat harus terus dilakukan oleh ibu kepada balitanya dan tidak bisa digantikan dengan susu formula.
Sebab, sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih, alat memasak, botol steril dan lainnya pun juga sangat terbatas di pengungsian. Air susu ibu merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi.
“Oleh karena itu, diimbau tidak ada donasi susu formula dan produk bayi lainnya seperti botol, dot, empeng tanpa persetujuan dari Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten, atau Kota setempat,” tutur Sutopo.
Menurut dia, seorang ibu yang menyusui anaknya harus diberikan dukungan dan bantuan praktis untuk meneruskan menyusui. Mereka tidak boleh sembarang diberikan bantuan susu formula dan susu bubuk.
Kendati demikian, ada pengecualian jika ada bayi yang tidak bisa disusui. Bayi tersebut harus diberikan susu formula dan perlengkapan untuk menyiapkan susu tersebut di bawah pengawasan yang ketat dan kondisi kesehatan bayi harus tetap dimonitor.
Kebutuhan mendesak saat ini adalah tenda, selimut, makanan siap saji, beras, MCK portable, air minum, air bersih, tendon air, mie instan, pakaian, terpal atau alas tidur, alat penerang, layanan kesehatan dan trauma healing.
Sutopo berharap agar semua pihak untuk memerhatikan jenis bantuan yang diperlukan. Hal tersebut agar niat baik untuk membantu sesama tidak menimbulkan masalah baru. Terutama bagi bayi dan balita di pengungsian.
Dampak gempabumi 7 SR yang diikuti ratusan gempa susulan telah meluluh-lantahkan Lombok. Data korban akibat gempa terus bertambah. Terdapat 387.067 jiwa pengungsi yang tersebar di ribuan titik.
Pengungsi terus memerlukan bantuan karena belum semua kebutuhan dasar pengungsi terpenuhi. Bahkan, hingga Sabtu (11/8) masih terdapat pengungsi yang belum mendapat bantuan karena sulitnya akses untuk menjangkau lokasi pengungsi.
Pengungsi tersebar di ribuan titik yang terdapat di Kabupaten Lombok Utara 198.846 orang, Kota Mataram 20.343 orang, Lombok Barat 91.372 orang, dan Lombok Timur 76.506 orang. Dari 387.067 jiwa pengungsi tersebut terdapat bayi dan anak-anak yang perlu mendapat perlakukan khusus selama mengungsi.