Sabtu 11 Aug 2018 15:01 WIB

Poltracking: Nama Cawapres di Menit Akhir Bukan Strategi

Pemilihan cawapres dinilai menjadi titik temu yang harus diambil partai pengusung.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Nur Aini
Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha (kanan).
Foto: Antara
Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemunculan nama Maruf Amin dan Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden (cawapres) di menit-menit akhir dinilai bukan merupakan bagian dari strategi politik partai. Direktur Poltracking Hanta Yudha menilai hal itu merupakan sebuah jalan tengah yang dipilih oleh Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres.

 

"Bagi saya ini bukan strategi meskipun belakangan para politisi mengatakan ini bagian strategi. Ini adalah negosiasi jalan tengah, titik temu yang akhirnya harus diambil," kata Hanta saat ditemui di Cikini, Jakarta, Sabtu (11/8).

Ia membeberkan beberapa catatan terkait rumitnya koalisi dalam menentukan cawapres. Pertama, Pilpres dan Pileg yang digelar serentak menjadi salah satu faktor sulitnya menentukan cawapres. Sebab, semua partai fokus untuk merebut efek ekor jas (coat-tail effect) atau pengaruh figur dalam menentukan suara.

Ia pun meyakini jika tidak adanya ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen, maka tiap partai akan mencalonkan ketua umumnya masing-masing. Selain itu, faktor pemilihan presiden pada 2024 juga menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan cawapres.

"Saya kira pasti dipikirkan, tidak hanya 2024, 2048 pun pasti sudah dipikirkan partai kalau partainya ingin maju," ujarnya.

Menurut dia, Pilpres 2024 akan sangat penting bagi partai terutama bagi pejawat agar partainya tidak terancam. Dengan demikian Pilpres 2024 mendatang, dinilai akan kembali ke titik nol. "Artinya misalnya salah satu partai dia mencapreskan yang kuat, nah efek ekor jasnya dia akan didapatkan oleh partai si wapres tadi kalau terpilih," ujarnya.

Selain itu, akseptabilitas partai juga dinilai menjadi faktor yang menentukan. Sejumlah nama yang sempat menguat sebelum deklarasi justru batal maju lantaran terkendala akseptabilitas.

Bahkan nama Mahfud MD yang sempat disebut-sebut mendampingi Jokowi akhirnya berubah menjadi Mahruf Amin. Hal itu lantaran nama Mahfud kurang mendapat penerimaan dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PBNU.

Begitu juga nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang kurang diterima oleh Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). "Kesimpulan saya ini akan berpotensi kompetitif," ujarnya.

Sebelumnya, bakal calon presiden pejawat Joko Widodo memilih Ma'ruf Amin untuk mendampinginya maju Pemilihan Presiden 2019. Pengamat Politik Handri Satrio menilai Joko Widodo memilih Ma'ruf Amin sebagai pasangan calon wakil presidennya karena lebih aman. Menurutnya, citra dekat dengan ulama bisa ia dapatkan dengan menggandeng Ma'aruf Amin.

Sementara itu, Fungsionaris DPD Partai Gerindra Anggawira yang menilai Sandiaga Uno memang pilihan yang tepat untuk pendamping Prabowo. Sosok Sandi dianggap mampu membantu Prabowo dalam menghadapi kubu Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement