Kamis 09 Aug 2018 11:15 WIB

Isu 'Jenderal Kardus' Bisa Turunkan Elektabilitas Prabowo

Andi Arief menyebut Sandiaga membayar Rp 500 miliar agar menjadi cawapres Prabowo.

Rep: Dedy Darmawan Nasution, Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Ketua umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perpolitikan Tanah Air kembali gaduh setelah Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief menyebut Prabowo Subainto dengan sebutan ‘Jenderal Kardus’. Pengamat Politik Hendri Satrio menyatakan, pertanyataan tersebut bakal berdampak negatif bagi diri Prabowo dan empat partai koalisi Prabowo.

“Jelas bisa (menurunkan elektabilitas). Ini membuktikan bahwa mereka koalisi adalah tim yang tidak solid,” kata Hendri kepada Republika.co.id, Kamis (9/8).

Pendiri Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) itu menilai, kalaupun nantinya Partai Demokrat kembali ‘berdamai’ dengan Prabowo dan Partai Gerindra, hal itu akan menjadi cibiran. Sebab, drama politik yang terjadi pada Rabu (8/8) malam sangat mencerminkan koalisi Prabowo sama sekali tidak memikirkan rakyat.

“Sudah seperti itu berarti tidak ada memikirkan rakyat. Utak-atik pasangan yang bisa membuat menang, lalu ada yang bayar supaya bisa jadi cawapres. Ini membuat kita miris,” ujarnya.

Sejak awal Partai Demokrat bergabung dengan koalisi Prabowo, Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyatakan tidak memaksakan kader Demokrat menjadi calon wakil presiden (cawapres). Prabowo sebagai calon presiden (capres) diperkenankan untuk menentukan sendiri.

Namun, pernyataan Andi Arief yang seolah marah, membuat orang bertanya-tanya. “Ini malah membuka bab baru. Sebenarnya bagaimana sih perjanjiannya sampai marah-marah begitu?” tutur Hendri.

Ia menambahkan, publik pun akan menilai pernyataan SBY sebelumnya hanya sebatas pencitraan. Di balik itu, ada tujuan lain untuk menjadikan AHY menjadikan sebagai cawapres Prabowo.

Seperti diketahui, dalam cicitan di akun media sosial Twitter, Andi menyebut Prabowo sebagai 'Jenderal Kardus' karena lebih menghargai uang ketimbang perjuangan. Uang yang dia maksud yakni dari Sandiaga Uno. Sandi Uno disebut-sebut membayar PAN dan PKS masing-masing Rp 500 miliar agar bisa menjadi cawapres Prabowo.

“Jenderal Kardus punya kualitas buruk. Kemarin sore bertemu Ketum Demokrat dengan janji manis perjuangan. Belum dua puluh empat jam mentalnya jatuh ditubruk uang Sandi Uno untuk meng-entertain PAN dan PKS,” demikian cicitan Andi Arief.

Kepada awak media, Andi Arief menyatakan tidak pernah membuat isu selama dia berkarier politik. Dia memastikan apa yang ditudingkan kepada Prabowo bukan isapan jempol. "Saya Andi Arief tidak pernah membuat isu dalam karir politik saya," ujar Andi Kamis (9/8) dini hari.

Hendri pun menilai, akibat kegaduhan tersebut, maka koalisi pendukung Joko Widodo (Jokowi) akan makin kuat. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi rival Prabowo jelang akhir pendaftaran pasangan capres-cawapres. Sedangkan, poros ketiga masih bisa terjadi jika ada partai politik dari kedua kubu yang memilih keluar dan membentuk koalisi baru.

Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menilai apa yang dinyatakan Andi Arief melalui akun Twitter-nya mengenai 'Jenderal Kardus' itu lumrah dalam politik. Bahkan, dia menyebut pernyataan itu dilontarkan karena kondisi sekarang yang melelahkan dan kurang tidur.

"Itu biasa dalam saut-menyaut politik, lumrah itu. Namanya lagi pada capek, lelah, kurang tidur, menyusun visi-misi tiba-tiba dikagetkan dengan keputusan yang prisip begitu, berubah dari apa yang sudah pernah dibahas, ya wajar sajalah, nanti juga akan kembali cair," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (9/8).

Ferdinand mengakui pada pagi ini ketum partainya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto akan bertemu. SBY, akan mengklarifikasi pernyataan Andi Arief kepada Gerindra jika Prabowo menanyakannya dalam pertemuan.

"Kalau Pak Prabowo nanti mempertanyakan itu dalam pertemuan, tentu Pak SBY akan menjawab, tapi kelau tidak ditanya ya tidak perlulah dibahas yang begitu, itu biasa dalam politik," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement