REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kebijakan Publik dari Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah mengatakan, meski saat ini telah ada lembaga yang konsen dalam pemberantasan korupsi, namun faktanya praktek korupsi kian merajalela dan membuat rakyat semakin sengsara. Sehingga ia berharap, capres-cawapres yang bakal berkompetisi di Pilpres 2019, harus memiliki komitmen dalam memberantas korupsi.
Hal itu disampaikan Amir dalam acara deklarasi dukungan kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan untuk menjadi cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres 2019, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (6/8).
"Eksisnya mereka (koruptor) menjadi resisten (terhadap penegakan Hukum dan pemberantasan korupsi) dan bisa menjadi disintegrasi bangsa. Hal ini menjadi penyebab ketimpangan antar daerah dan membuat masyarakat menjadi kelaparan dan susah mendapatkan pendidikan," kata Amir dalam keterangan tertulisnya.
Baca juga, Soal Cawapres, Jokowi: Hanya Saya yang Tahu.
Ia menambahkan, pengelolaan keuangan negara akan terus bocor, apabila presiden atau wakil presiden tidak memiliki pemahaman yang cukup dan keberanian dalam pemberantasan korupsi. "Di tingkat pimpinan negara ini perlu ada satu tokoh yang paham tentang korupsi dan pengalaman yang baik dalam melakukan pemberantasan korupsi," ucap Amir.
Untuk itu, ia mendukung Forum Rakyat yang mendeklarasikan Novel menjadi cawapres Prabowo. "Apabila dari sisi Partai Demokrat ada mantan mayor TNI (Agus Harimurti Yudhoyono) yang didorong ya tidak masalah. Tapi dari kami (Forum Rakyat), kami ingin mendorong agar mantan polisi yang konsen di pemberantaan korupsi dan sudah merelakan matanya, kita dorong menjadi cawapres Prabowo," ujarnya.
Pendapat yang sama disampaikan mantan Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Suhardi Suryadi. Menurutnya, pemerintah akan sulit membereskan persoalan korupsi apabila tak ada aktor yang kuat yang memiliki niat dalam pemberantasan korupsi di Istana Negara. "Novel baswedan ini sesuatu yang luar biasa dalam penegakan Korupsi, dia berani, memiliki komitmen dan tak tebang pilih," ucap dia.
Sehingga, lanjut Surhadi, apabila Prabowo-Novel diberi amanah untuk memimpin bangsa, maka sudah tentu seluruh menteri dan pejabat yang membantu pemerintahannya akan berisi tokoh-tokoh yang reputasinya bagus, anti korupsi dan berintegritas.
"Mau gak mau seluruh isi kabinet di dalam presiden Prabowo dan Novel akan berisikan menteri dan pejabat yang tentu memiliki reputasi yang berintegritas. Implikasinya ketika dia (Novel) menjadi wapres, maka akan ada semacam bola salju anti korupsi dari jajaran menteri, Gubernur, Kepala Daerah hingga ke Kepala Desa," paparnya.
Pada kesempatan yang sama, aktivis anti Korupsi, Uchok mengungkapkan, bahwa saat ini aturan dan lembaga anti korupsi sudah sangat memihak kepada rakyat. Namun soal pemberantasan korupsi masih sangat kurang, sebab yang dibutuhkan adalah keberanian dari penegak hukum dalam mengatasi persoalan korupsi ini.
"Kalau pasal dan undang-undang dan lembaganya sudah ada, tinggal orang yang dibutuhkan, mentalnya harus berani. Nah, Saat ini ada orang yang berani. Dia (Novel) dari kepolisian, sekarang di KPK, dia sangat berani. Sangat berani memberantas korupsi yang besar-besar, bukan yang kecil-kecil, dia berani walaupun pangkatnya perwira menengah tetapi berani menangkap yang lebih tinggi pangkatnya," ujar Uchok.
Oleh sebab itu, Uchok meminta kepada partai koalisi Prabowo untuk berpikir jernih dengan menerima Novel Baswedan sebagai pendamping Prabowo, demi keberlangsungan bangsa dan negara dari ancaman para koruptor. "Partai-partai harus berpikir jernih dan tenang. Bahwa kekuasaan itu adalah mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat," tutupnya.