Kamis 02 Aug 2018 21:14 WIB

KPU Daerah Diminta tak Ragu Coret Bacaleg Eks Koruptor

Komisioner KPU mengatakan KPU daerah tak boleh ragu mencoret bacaleg eks koruptor.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner KPU, Viryan
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Komisioner KPU, Viryan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan mengatakan, KPU daerah tidak boleh ragu-ragu untuk mencoret bakal caleg DPRD jika masih ditemukan para mantan narapidana kasus korupsi. Pencoretan nama-nama mantan koruptor masih bisa dilakukan saat penetapan daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019 pada 20 September 2018.

"Iya bisa langsung dicoret (oleh KPU daerah). Asalkan ada dokumennya (yang membuktikan status sebagai mantan narapidana korupsi), jelas benar seperti itu, harus dicoret dengan berbasis data," ujarnya kepada wartawan di KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/8).

Viryan menjelaskan pencoretan nama-nama bakal caleg mantan koruptor sebelumnya telah dilakukan usai teridentifikasi setelah pendaftaran dan verifikasi syarat pendaftaran caleg. Selanjutnya, jika sudah ada data caleg sementara (DCS) pencoretan bakal caleg mantan koruptor masih bisa dilakukan.

Sebab, saat sudah ada DCS nanti, KPU akan mengumumkan nama-nama daftar bakal caleg dari seluruh parpol peserta Pemilu 2019. Saat pengumuman itu, masyarakat diberikan waktu untuk memberikan masukan atas rekam jejak para bakal caleg yang ada.  Dengan demikian, ada kemungkinan ditemukan nama-nama bakal caleg mantan narapidana korupsi atau mantan narapidana kasus lain yang dilarang oleh PKPU Nomor 20 Tahun 2018.

"Kalau ada, maka kemudian kami coret. Saat penetapan DCT, dan ternyata baru ketahuan sebagai mantan narapidana korupsi juga akan kami coret. Di dalam PKPU sudah ada (penegasan), bahwa setiap tahapan memberikan kepastian hukum soal itu (pencoretan caleg)," tegas Viryan.

Sebelumnya, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan jumlah bakal caleg yang merupakan mantan narapidana korupsi berpotensi terus bertambah. Menurutnya, ada kemungkinan bakal caleg mantan koruptor baru diindentifikasi setelah penetapan DCT Pemilu 2019.

"Proses ke depannya masih panjang, sehingga tidak menutup kemungkinan ada nama-nama mantan narapidana korupsi berikutnya," ujar Wahyu ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (23/7) lalu.

Sebagaimana diketahui, pada 1 Agustus-7 Agustus 2018, KPU melakukan verifikasi terhadap hasil perbaikan pendaftaran bakal caleg dan syarat pendaftaran bakal caleg. Usai diverifikasi kembali, KPU menyusun dan menetapkan daftar caleg sementara (DCS) pada 8 Agustus-12 Agustus 2018. Jika sudah ditetapkan, pada 12 Agustus-14 Agustus 2018 KPU akan mengumumkan DCS caleg DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota serta menyampaikan persentase keterwakilan perempuan dari setiap parpol.

Menurut Wahyu, setelah DCS ditetapkan, maka data-data bakal caleg nantinya bisa diakses oleh masyarakat. Karenanya, masyarakat diperbolehkan memberikan masukan terhadap rekam jejak para caleg pada 12 Agustus - 21 Agustus 2018.

"Di situ juga memungkinkan ada informasi baru bahwa nama-nama yang tertera dalam DCS ternyata ada mantan narapidana korupsi.  Kemudian kami akan cari dasarnya dan jika memang terbukti dengan adanya salinan putusannya maka akan tetap kita coret nama itu meski sudah masuk dalam DCS," jelasnya.

Lebih lanjut Wahyu mengungkapkan jika pencoretan nama-nama bakal caleg yang merupakan mantan narapidana korupsi masih akan berlanjut sampai penetapan daftar calon tetap (DCT) pada 20 September 2018. Dengan begitu, KPU yakin tidak akan kecolongan karena proses pencoretan caleg yang tidak sesuai aturan dilakukan secara berlapis.

"Tidak ada istilah kecolongan, sebab pada setiap tahapan kami bisa melakukan eksekusi jika memang ditemukan mantan narapidana korupsi. Bahkan apabila sudah sampai DCT bisa tetap dicoret," tegasnya.

Saat ini, KPU telah menemukan sebanyak tujuh bakal caleg DPR yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi. Parpol-parpol yang mendaftarkan para caleg itu mengklaim sudah mengganti para caleg mantan narapidana korupsi itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement