Selasa 31 Jul 2018 16:31 WIB

Dirut PLN Sofyan Basir Hari Ini tak Penuhi Panggilan KPK

Sofyan seharusnya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes B Kotjo.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir (tengah)  memberikan keterangan kepada media usai menjalani pemeriksaan pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/7).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir (tengah) memberikan keterangan kepada media usai menjalani pemeriksaan pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (31/7). Sedianya Sofyan dipanggil sebagai saksi kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-I untuk tersangka pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo.

"Saksi Sofyan Basir tidak datang dalam rencana pemeriksaan hari ini. Tadi staf yang bersangkutan menyerahkan surat ke KPK, tidak bisa datang memenuhi panggilan penyidik karena hari ini menjalankan tugas lain," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Selasa (31/7).

Ini adalah kali kedua pemanggilan Sofyan sebagai saksi. Sebelumnya, Sofyan diperiksa pada Jumat (20/7), saat  itu Sofyan dicecar soal penunjukan Blackgold sebagai dalam proyek PLTU Riau-I.  Sofyan pada pemeriksaan tersebut mengakui jika konsorsium yang ikut menggarap proyek PLTU Riau-I ditunjuk langsung.

Bahkan, Sofyan dengan tegas menyatakan penunjukan langsung penggarap proyek itu sudah sesuai aturan. Pernyataan Sofyan tersebut bertentangan dengan keterangan  Direktur Utama PT PJB Iwan Agung Firstantara dan Direktur Pengembangan dan Niaga PT PJB Henky Heru Basudewo yang diperiksa pada Senin (30/7) kemarin.

Dari pemeriksaan, informasi dihimpun, PT PJB sudah empat kali melakukan pertemuan dengan bos Blackgold Natural Recourses Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK). Diduga pertemuan itu untuk melobi PLN menunjuk Blackgold sebagai salah satu konsorsium atau mitra yang menggarap proyek tersebut.

Proyek pembangunan PLTU Riau-I itu merupakan bagian dari program tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintah Jokowi-JK menargetkan PLTU Riau-I bisa beroperasi pada 2020/2021.

Dalam perjalanannya, PLN melalui anak usahanya PT PJB melakukan penunjukan langsung Blackgold Natural Recourses Limited, yang merupakan anak usaha Blackgold PT Samantaka Batubara, China Huadian Engineering, serta PT PLN Batu Bara sebagai mitra untuk menggarap pembangunan PLTU Riau-I.

Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, Blackgold, Samantaka, dan Huadian menandatangani letter of intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-I. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-I.

KPK baru menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Recourses Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Dalam kasus ini, Eni diduga telah menerima suap sebanyak Rp 4,8 miliar untuk memuluskan perusahaan milik Johannes yakni Blackgold Natural Resources Limited menggarap proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Atas perbuatannya, Eni selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto 64 ayat (1) KUHP. Sementara, Johannes selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.‎

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement