Rabu 25 Jul 2018 19:49 WIB

Kualitas Udara Jakarta Buruk, Warga Diminta Pakai Masker

Greenpeace mengkampanyekan pemakaian masker kepada warga Jakarta.

Rep: Sri Handayani/ Red: Nur Aini
Polus Udara Jalanan. Pejalan kaki menggunakan masker untuk menyaring pekatnya debu di kawasan Koja, Jakarta Utara, Senin (17/3).
Foto: Republika/ Wihdan
Polus Udara Jalanan. Pejalan kaki menggunakan masker untuk menyaring pekatnya debu di kawasan Koja, Jakarta Utara, Senin (17/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Greenpeace Indonesia mengkampanyekan memakai masker kepada warga Jakarta setelah memburuknya kualitas udara setempat. Berdasarkan indeks kualitas udara dunia, Jakarta yang akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018 menempati posisi teratas dengan kualitas udara terburuk.

 

Data real time Air Visual yang dijadikan patokan Greenpeace menunjukkan indeks kualitas udara (AQI) Jakarta, Indonesia menempati posisi teratas dengan angka 183. Angka tersebut sedikit melebihi Krasnoyarsk, Rusia yaitu 181 dan Lahore, Pakistan 157. Data terbaru pukul 18.09 WIB menunjukkan tingkat mikro partikel tertinggi ada di Krasnoyarsk, Rusia (155), Jakarta, Indonesia (127), dan Dubai, UEA (122).

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Ariyanu mengatakan kualitas udara tersebut didasarkan pada data Air Visual. Air Visual merupakan aplikasi yang menempatkan beberapa alat dan mengambil beberapa data stasiun pantau di Jakarta.

Alat ukur itu menggunakan parameter PM 2,5 untuk mengukur kualitas udara rata-rata di suatu wilayah. Data diambil secara real time dan dilaporkan per jam. “Harian, periodik setiap jamnya dan bisa dilihat pada saat itu, Jakarta posisi berapa di seluruh dunia yang memiliki data pantauan kualitas udara,” ujar Bondan kepada Republika.co.id, Rabu (25/7).

Menurut Bondan, dalam sebulan terakhir, Jakarta rata-rata berada di posisi kedua. Standar PM 2,5 Indonesia untuk rata-rata 24 jam adalah 65 mikrogram per meter kubik. Angka tersebut melebihi standar WHO yang hanya 25 mikrogram per meter kubik. Pada Rabu ini, Jakarta mencapai angka 183.

“Concernnya sebenarnya kenapa data itu sangat penting? Itu adalah bentuk peringatan kepada warga Jakarta ketika angkanya tidak sehat apa yang harus dilakukan makanya Greenpeace mengkampanyekan pakai masker,” kata Bondan.

Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Ali Maulana Hakim mengatakan informasi serupa pernah diberikan Greenpeace Indonesia tahun lalu. Namun, Dinas LH mempertanyakan alat ukur yang digunakan.

"Kita pernah tes uji dengan Kementerian lingkungan hidup alat ukur dari Greenpeace.  Pertama, alat ukur ada dua yaitu indoor dan outdoor. Kalau indoor dipakai untuk outdoor nggak bisa," kata Ali di Gedung DPRD, Rabu (25/7).

Alat pengukur kualitas udara juga tidak bisa digunakan pada titik yang berpindah-pindah. Alat itu harus mengukur kualitas udara selama minimal 24 jam nonstop.

"Kalau saya lihat itu per jam. Masak kok (pengukurannya) per jam sih, terus titiknya nggak di satu titik terus menggeneralisir semua," kata dia.

Ali menjelaskan, stasiun pengukuran kualitas udara (SPKU) Dinas LH ada di lima wilayah kota. Hingga saat ini pengukuran masih dilakukan dengan standar PM 10. Namun, tahun ini Dinas LH melakukan pengadaan alat pengukuran yang berstandar PM 2,5. Alat ini diperkirakan akan mulai berfungsi tahun depan. "Tahun depan kita sudah operasionalkan PM 2,5. Nggak kalah," kata dia.

Kendati demikian, ia mengakui ada beberapa lokasi di Jakarta yang kualitas udaranya kurang baik. Data Dinas LH menunjukkan, kualitas udara di Jagakarsa, Jakarta Selatan dan Kebon Jeruk, Jakarta Barat tidak sehat (merah).

Potensi pencemaran mayoritas berasal dari transportasi. Oleh karena itu, uji emisi kendaraan merupakan salah satu solusi yang dilakukan. Ia mengatakan ada 4.800 kendaraan yang telah diuji emisi. Jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah memasuki Asian Games 2018.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI juga akan menerapkan aturan lebih ketat bagi kendaraan bermotor. Aturan itu akan dilakukan sejalan dengan penerapan aplikasi e-uji emisi. Aplikasi ini akan terhubung dengan data dari 218 bengkel resmi. Setiap kendaraan yang melakukan perbaikan (servis) akan otomatis mendapatkan layanan uji emisi. Data dari bengkel itu akan langsung terkoneksi dengan Samsat. Selanjutnya, kendaraan yang belum melakukan uji emisi rencananya tidak dapat memperpanjang STNK.

“Ini kita lagi buat aturannya. Yang kedua nanti akan dikenakan tidak bisa perpanjang STNK kalau belum lulus uji emisi,” kata dia.

Berkaitan dengan kualitas udara di sekitar lokasi Asian Games 2018, Dinas LH mendukung pemberlakukan pembatasan pelat kendaraan ganjil-genap untuk melintas di jalan-jalan protokol Ibu Kota. Aturan itu dinilai terbukti mampu meningkatkan kualitas udara sejalan dengan laporan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan kemarin (24/7).

Anies mengatakan penerapan ganjil-genap juga berdampak pada peningkatan kualitas udara. Pengujian dilakukan di tiga lokasi yaitu Bundaran Hotel Indonesia (HI), Kelapa Gading dan Lubang Buaya. Konsentrasi karbon monoksida (CO) di Bundaran HI sesudah ada kebijakan ganjil-genap menurun sebesar 1,7 persen. Kandungan nitrogen oksida (NO) di udara turun 14,7 persen dan konsentrasi tetrahydrocannabinol (THC) turun sebesar 1,3 persen.

Selain uji emisi, Pemprov DKI juga akan melakukan beberapa rekayasa lalu lintas selama Asian Games 2018. Angkutan umum dilarng parkir di area-area tertentu sekitar venue Asian Games. Selain itu, Dinas LH juga mengimbau agar perusahaan-perusahaan yang menggunakan sistem pembakaran agar memperbaiki atau memperbarui sistem pembakaran mereka. Hal itu untuk memastikan asap yang keluar dari cerobong tidak melebihi standar baku mutu kualitas udara.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement