Rabu 25 Jul 2018 07:20 WIB

MA Proses Gugatan Uji Materi Larangan Koruptor Nyaleg

KPU menyatakan keputusan MA tak akan mengubah tahapan pemilu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.
Foto: republika
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA), memproses delapan gugatan uji materi atas larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg. Kedelapan gugatan tersebut nantinya akan mendapat masing-masing jawaban dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai tergugat.

Berdasarkan informasi perkara yang dilansir dari kepaniteraan MA, Raby (25/7), delapan orang yang mengajukan gugatan terhadap peraturan yang ada dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ini adalah Muhammad Taufik, Djekmon Ambisi, Wa Ode Nurhayati, Jumanto, Masyhur Masie Abunawas, Abdulgani AUP, Usman Effendi, dan Ririn Rosiana.

Dari kedelapan pemohon tersebut, dua orang, yakni Muhammad Taufik dan Wa Ode Nurhayati, diteketahui merupakan mantan narapidana kasus korupsi. Taufik yang saat ini menjabat sebagai Wakil DPRD DKI Jakarta terlibat korupsi dana logistik saat menjadi anggota KPU Provinsi DKI Jakarta. Sementara itu, Wa Ode yang mantan anggota DPR dari fraksi PAN pernah divonis enam tahun penjara atas kasus korupsi infrastruktur.

Sebelumnya, Ketua KPU, Arief Budiman, mengatakan pihaknya mulai menyampaikan jawaban terhadap gugatan uji materi tentang larangan mantan koruptor menjadi caleh dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Jawaban berupa argumentasi hukum itu disampaikan untuk masing-masing pemohon gugatan uji materi.

"MA sudah memberikan panggilan meminta KPU menjawab atas gugatan sejumlah pihak yang sudah mengajukan judicial review (uji materi) atas PKPU nomor 20," ujar Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/7).

Menurut Arief, setidaknya ada lima perkara gugatan uji materi ke MA yang sudah diberitahukan kepada KPU. KPU diberi waktu selama maksimal 14 hari untuk menjawab masing-masing gugatan itu.

"Sebab, setiap orang (penggugat) punya dalilnya sendiri-sendiri. Kemudian KPU harus menjawab dalil itu. Dalilnya kan berbeda-beda," ungkap Arief.

Sementara itu, Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan keputusan MA atas uji materi tentang PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tidak akan mengubah tahapan Pemilu 2019. Sejumlah caleg mantan narapidana kasus korupsi telah mendaftarkan gugatan uji materi ke MA.

"Kami berharap MA bisa memutuskan uji materi ini sebelum penetapan daftar calon sementara (DCS)," ujar Pramono kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/7) lalu.

Berdasarkan tahapan pemilu, penetapan DCS dilakukan pada 8-12 Agustus 2018. Dengan demikian, masih ada kesempatan bagi parpol untuk menyikapi hasil putusan MA tersebut. Namun, lanjut Pramono, jika MA memutus uji materi setelah penetapan DCS, mau tidak mau, keputusan itu KPU atas caleg mantan narapidana kasus korupsi tidak akan berlaku surut.

"Tidak ada perubahan jadwal dan  tahapan (jika MA mengabulkan permohonan uji materi). Keputusan KPU tidak berlaku surut. Sepanjang (larangan mantan koruptor nyaleg) belum dibatalkan oleh MA, KPU tetap mengikuti aturan dalam PKPU Nomor 20. Nanti kami sampaikan kepada parpol untuk mengajukan pengganti caleg tersebut (jika teridentifikasi mantan koruptor)," tegas Pramono.

Larangan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai caleg diatur dalam pasal 4 ayat 3 PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Larangan itu berbunyi, "Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), [partai politik] tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi,". 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement