Ahad 22 Jul 2018 15:15 WIB

Kepalsuan Media: Ketika Waode Dilarang Bernyanyi

Media massa di sebuah negara itu cermin dari warga negaranya.

Waode Sofia saat bernyanyi di sebuah audisi.
Foto:
Ebiet G Ade.

Sebenarnya, dalam dunia konteks ajang nyanyi, apa yang kini terjadi bukan hal baru. Bedanya dahulu para musisi senior lebih arif. Hal ini misalnya pernah menimpa seorang Titiek Puspa yang suaranya tak keluar ketika harus nyanyi dalam lomba ajang Bintang Radio dan Televisi di tahun 1950-an di Jakarta. Saking groginya, Titiek yang anak kampung asal Semarang, hanya membisu ketika lagu sudah mengalun. Dia pun kalah telak.

Namun, musibah itu kemudian menjadi karunia bagi Titiek. Ini ketika keesokan harinya dia diminta menyanyi oleh Bing Slamet di Monas. Titiek ternyata bisa bernyanyi dengan sangat merdu dan oleh Bing Slamet kemudian dia dijadikan penyanyi. Meski artis senior, Bing Slamet tak mengajak berperkara dan berperilaku semana-mena terhadap anak desa yang bernama Titiek. Di kemudian hari dua orang ini malah menjadi artis yang melegenda.

Selain itu, bangsa Indonesia pun tidak bisa membayangkan bila kini bisa menerima legenda pesohor layaknya Alex Komang, Jamal Mirdad (sepupu Alex Komang), hingga  Ebiet G Ade. Pada sosok Ebiet misalnya ketika pertama kali rekaman tokrongan dia jauh dari menyakinkan (Ebiet menyebutnya jauh dari pakaian bagus dan wangi). Dia memulai dari tahapan kalangan sederhana dari kampungnya di Banjarnegara dan Yogyakarta. Sahabatnya yang juga sekarang sangat kondang, Emha Ainun Nadjib, menyebutnya bila mereka pernah hidup bersama dalam episode sangat sengsara atau sangat miskin harta. Penampilan Ebiet pun kumal dan kampungan. Pada foto pada sampul album pertama ‘Camelia I’ jejak ini terlihat ketika dia hanya mengenakan pakaian drill yang murahan.

Hal yang sama juga terjadi pada mendiang Gombloh hingga Mbah Surip. Mereka bertampang biasa dan awut-awutan yang mengesankan orang kampung. Tapi prestasinya pun luar biasa. Mbah Surip apabila anda sering nongkrong di Bulungan, pasti tahu seperti apa dia. Begitu juga Gombloh yang jadi ‘bohemian’ di THR Surabaya. setiap kali lagunya meledak sebagain penghasilannya dibelikan 'kutang' untuk di bagikan kepada para perempuan penghuni kawasan merah yang kini telah dibubarkan: Gang Doli.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement