REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Grup Wayang Keroncong asal Bandung "Behind the Actors" meramaikan Festival Internasional Teater Visual di Taman Pegasus, Kävlinge, Swedia Selatan. Mereka menampilkan cerita "Langit Safir".
Dalang dalam pertunjukan Langit Safir, Dede Chandra Sumirat kepada Antara London, Rabu menyebutkan kisah yang dibawakan terinspirasi dari cerita "The Lion King", menggambarkan visual kelahiran seekor Singa, yang sudah lama diharapkan kelak menjadi pemimpin di hutan.
Pertunjukan Langit Safir diadakan di rumah tua peninggalan zaman viking di taman Pegasus, terletak di desa Hög, Kävlinge dibuka dengan lagu anak-anak terkenal asal Swedia "Lilla Snigel Akta dig" atau "Keong Kecil Berhati-Hati-lah" dengan tempo yang diperlambat sehingga memberi kesan magis berhasil menghibur anak-anak Swedia.
Kisah Langit Safir, sarat dengan makna berupa harapan, keindahan, kesejukan, kenyamanan, keadilan, lingkungan hidup yang hijau dan bersih.
Dikatakannya air, tanah, udara, angin dan api adalah simbol dari alam dan isinya, yang memerlukan keseimbangan antara ketidakadilan melawan keadilan, kejujuran melawan ketidajujuran, kejahatan melawan kebaikan.
"Intinya, gambaran visual dari pertunjukan itu adalah bagaimana manusia bisa merasakan dan memahami arti kebinatangan yang sesungguhnya," katanya.
Meski dibawakan dalam bahasa Indonesia bercampur Inggris, pertunjukan selama 30 menit mampu membuat anak-anak tertawa dan mengundang keingintahuan mereka.
Kagum
Di tengah-tengah acara hiburan muncul koreogafer profesional Oos Koswara dengan gemulai membawakan tarian semi silat yang membuat anak-anak Swedia dan para orang tua kagum melihat pertunjukan unik tersebut.
Setelah pertunjukan usai, anak-anak pun berlarian ke depan untuk mencoba memainkan wayang. "Ah lucu sekali," kata Oliver, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun, sambil menggerakan wayang singa putih.
Sementara Tina Mandarini Lindh, penonton yang merupakan diaspora Indonesia menyebutkan bahwa ia pikir banyak kekerasan dan perseteruan dalam pertunjukan ini sebagaimana umumnya cerita wayang.
"Sedikit berat buat anak-anak. Seharusnya bisa lebih diperhalus seperti pertunjukan teater boneka anak-anak Swedia yang berceritasoal pertemanan, persahabatan dengan binatang," kata ibu dua anak, yang sudah menetap 10 tahun di Swedia.
Selain pertunjukan wayang di siang hari, grup Behind the Actor juga mengisi acara jam session untuk pengunjung dewasa itu.
Oos Koswara menampilkan tari topeng yang menggambarkan tiga karakter; kelahiran, kehidupan dan kematangan hidup. Koreografer yang sudah mendapat gelar master ini juga menampilkan "Ritual Dance" yang memberi suasana magis, dimana dua penonton dipersilahkan maju ke depan secara bergantian.
Oos dengan khusyuk menari sambil meramal situasi dan isi pikiran yang sedang dihadapi kedua penonton itu. Sementara penonton lain tegang menyaksikannya sambil menunggu apa gerangan yang akan dikatakan Oos.
Dalam acara jam session ini, organisasi Swedish-Indonesia Bagus atau Svensk-Indonesia Bagusföreningen mendapat kesempatan menampilkan tiga tarian Betawi, yakni Tari Topeng Betawi, Tari Nandak Ganjen dan Tari Ondel-Ondel.
Untuk memberi suasana Indonesia, organisasi Swedish-Indonesia Bagus juga menampilkan kulinari Indonesia berupa: lumpia, mie goreng, dan asinan Jakarta yang mendapat pujian dari pengunjung Swedia.
"Luar biasa. Luar biasa," kata Staffan Björklund, pemilik teater dan penyelenggara acara dengan gembira. Pria berusia 72 tahun yang juga sudah membuat pertunjukan di Bandung ini sangat terkesan dengan penampilan seni Indonesia dan juga kulinari Indonesia.
Ini adalah keikutsertaan yang kedua kali bagi grup Behind The Actors di acara festival teater boneka internasional ini.
Sebelumnya grup ini tampil dengan membawa dalang cilik berusia 12 tahun, Bhaskara Zaki, yang merupakan cucu keponakan almarhum Asep Sunarya, dalang terkenal asal Bandung.
"Semoga kami bisa tampil lagi dalam acara-acara kebudayaan di Swedia dengan penampilan yang lebih beragam," ujar Hendra Permana, manajer progam dan pendiri grup wayang keroncong Behind The Actors.
November tahun lalu grup Behind the Actors mendapat penghargaan "The Best Puppet Maker" dalam ajang Red Mood Festival di Moskow.