REPUBLIKA.CO.ID, Setelah dicopot dari jabatannya oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, beberapa mantan wali kota kini belum mendapatkan tugas baru. Bahkan, beberapa yang dianggap pensiun kini nasibnya bagai digantung.
Mantan Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana mengaku merasa seperti 'tahanan kota' setelah dicopot sepihak oleh Anies. Ia dinyatakan pensiun, namun masih harus melakukan absensi setiap hari karena surat keputusan pensiun belum ia terima.
"Intinya saya udah pensiun ya pensiun. Tapi dari sekarang sampai 1 Oktober di MPP (masa persiapan pensiun). Udah selesai nyaman. Sekarang saya udah kayak 'tahanan kota'," kata Bambang saat dihubungi wartawan, Senin (16/7) lalu.
Bambang mengaku keputusan pensiun dari Anies dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) terasa janggal. Pasalnya, dirinya sudah mengurus surat keputusan (SK) pensiun ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN) jauh-jauh hari. Ia mendapatkan SK pensiun atas nama Presiden Joko Widodo yang akan berlaku mulai 1 Oktober 2018.
Kejanggalan terjadi saat rotasi jabatan dilakukan. Bambang diputuskan pensiun tanpa diberitahu tanggal pensiun berlaku.
"Saya (seharusnya) pensiun per 1 Oktober 2018. Kemaren ada rotasi jabatan saya diputuskan pensiun. Pensiunnya per tanggal berapa enggak disebutin," ujar dia.
Menurut Bambang, pada dasarnya ia tak masalah dicopot sebagai Wali Kota Jakarta Timur dan dinyatakan pensiun. Namun, hingga kini ia belum mendapatkan SK pensiun yang seharusnya sudah diserahkan tiga bulan sebelum masa itu berlaku.
Bambang juga tak diberitahu sejak kapan keputusan itu berlaku. Ia juga tak diberi posisi apa pun.
Ketidakpastian itu membuatnya merasa serba salah. Jikapun ia bekerja, ia tak tahu tugas apa yang seharusnya diemban. Ia pun merasa kerjanya tak diakui gubernur sebab dirinya telah dianggap pensiun.
Menurut Bambang, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) juga tak pernah melakukan pemanggilan. Padahal, institusi itu seharusnya meminta maaf karena tak memberikan pengarahan apa pun kepada para wali kota.
Ia menambahkan, kondisi seperti ini juga dialami mantan wali kota lainnya. Sebutlah Mantan Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi dan Mantan Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede juga bernasib sama.
"Jadi saya kayak 'tahanan kota'. Mau pergi tapi enggak bisa," kata dia.
Walikota Jakarta Timur Bambang Musyawardana didampingi Ketua Panitia Keriaan Betawi Jatinegara Sylviana Murni (dari kanan) melihat pameran bazzar di Pusat Kebudayaan Betawi, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (25/10).
Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi juga dicopot oleh Anies. Usai dicopot, Tri mengaku tidak mendapatkan TKD (tunjangan kinerja daerah) dan hanya mendapat posisi yang tidak jelas.
"Nggak ada (rincian jabatan) pelaksana. Pelaksana pada BPSDM, tunjangan jabatan nol, ya kan nggak ada jabatannya. TKD (dari) absen saja," ujar Tri saat dihubungi, Senin (16/7).
Ia mengatakan, saat ini dirinya bekerja sebagai pelaksana di Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPSDM) DKI Jakarta, yang dimulai pada hari ini, Senin (16/7). Jabatan tersebut diperolehnya berdasarkan surat keputusan (SK) yang keluar seusai pelantikan wali kota yang baru.
Melapor ke KASN
Beberapa pejabat yang merasa dicopot secara sepihak oleh Anies pun melapor ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Menurut Asisten Komisioner Bidang Pengaduan Dan Penyelidikan KASN Sumardi, saat ini laporan tersebut sedang dalam proses.
"Ya memang kita selesaikan dalam proses. Kita minta keterangan, klarifikasi kedua belah pihak," kata Sumardi ketika dihubungi wartawan, Senin (16/7).
Menurut Sumardi, di lingkungan ASN pemberhentian ASN mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian ASN merupakan hukuman berat yang harus didahului melalui serangkaian proses, termasuk pemanggilan dan pemeriksaan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, seleksi jabatan hanya diperuntukkan bagi jabatan yang kosong. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Sumardi enggan menyebut siapa saja pejabat yang melapor. Namun, ia mengatakan pihaknya akan meminta keterangan dari kedua belah pihak.
Dari pihak Pemprov, ia telah meminta Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Budi Hastuti. Namun, dokumen yang diminta belum semuanya disertakan. Ia berharap kasus ini dapat diselesaikan tak lebih dari dua pekan.
Mantan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi mengaku sebagai salah seorang yang telah dipanggil KASN untuk dimintai keterangan. Pihak KASN menanyakan apakah dirinya mendapatkan pemberitahuan sebelum diberhentikan dari jabatan wali kota.
"Saya bilang enggak dikasih tahu," ujar Tri, Senin.
Tri engaku dirinya hanya mendapat kabar pemecatannya via telpon. Ia juga tak diberi tahu alasan pemecatannya.
"Semua juga jawabannya sama, enggak pernah dipanggil cuma lewat telepon, besok serah terima," ujar dia.
Jika usia menjadi alasan, ia menyatakan ada beberapa pejabat yang usianya lebih tua dan justru mendapatkan posisi baru. Ia mencontohkan Mantan Wali Kota Jakarta Pusat yang kini menjabat Wali Kota Jakarta Barat, Rustam Effendi dan Mantan Wali Kota Jakarta Utara yang kini menjadi Bupati Kepulauan Seribu, Husein Murad.
Ia menambahkan, jika dirinya melakukan kesalahan, seharusnya BKD melakukan serangkaian pemeriksaan terlebih dahulu dengan disertai berita acara pemeriksaan (BAP). Dari hasil BAP tersebut akan diketahui hukuman apa yang layak diterima sesuai kesalahan yang dilakukan.
Rotasi jabatan merupakan satu dari delapan poin kritik yang disampaikan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP mempertanyakan objektivitas dan kredibilitas pelaksanaannya.
"Ada puluhan pejabat yang diganti dengan alasan pensiun, namun nyatanya yang bersangkutan belum memasuki masa pensiun," ujar Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono saat halal bihalal Fraksi PDIP di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Senin (16/7).
PDIP mempertanyakan apakah Anies-Sandi sudah mengimplementasikan seluruh aturan menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dalam melaksanakan rombak jabatan tersebut. Sebagai sikap, Fraksi PDI Perjuangan mendorong institusi terkait mengusut adanya dugaan pelanggaran pada pelaksanaan rombak jabatan tersebut dengan tuntas.
Perombakan SKPD merupakan salah satu hal yang dikritik Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Prasetyo Edi Marsudi. Menurut dia, perombakan pejabat, terutama bupati dan wali kota, dilakukan tak sesuai prosedur.
Anies seharusnya memberikan kejelasan ke mana para pejabat yang dirotasi akan dipindahkan. Namun, hal ini tidak dijalankan. Akibatnya, setelah dilakukan penguman ada beberapa pejabat yang kini berstatus nonjob.
"Siapa pun pemimpinnya kan ingin programnya jalan tapi aturan ini harus dituruti juga, nah ini juga sedikit ditabrak dan sekarang semua wali kota dipanggil kementerian ditanyakan, diverbal," ujar dia.
Baca juga:
- Anies Geram Daftar Jabatan yang Dilelang Telah Bocor
- Sekda DKI: Kepala Daerah Punya Hak Mutlak Rombak Kadis
- Kritik PDIP untuk Anies-Sandi
Penjelasan Anies
Gubernur Anies Baswedan mengaku telah menelpon setiap wali kota yang dicopot. Menurut Anies, dalam sambungan telepon tersebut, ia menyampaikan kepada semua wali kota bahwa pencopotan jabatan itu merupakan keputusan yang cepat.
"Oh kalau soal pengiriman nanti tanya ya (ke Badan Kepegawaian Daerah/BKD), tapi semuanya saya telepon satu-satu," kata Anies di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (17/7).
Ia meminta semua pihak terkait, terutama Biro Umum untuk memfasilitasi transisi jabatan agar berjalan dengan lancar. Anies juga memastikan bahwa semua surat keputusan (SK) terkait pergantian jabatan, posisi baru, dan pensiun telah dibuat.
Anies mengklaim, menandatangani sendiri surat-surat tersebut. Ia memastikan tidak ada serah terima jabatan yang dilakukan tanpa didahului pembuatan surat keputusan.
Anies juga membantah para wali kota tak diberi jabatan yang jelas setelah diberhentikan dari jabatan. Semua wali kota yang berusia di bawah 58 tahun ditempatkan sebagai staf di Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPSDM). Wali kota yang usianya 58 tahu ke atas tidak diberi jabatan karena dinyatakan pensiun.
"Jadi pesan terpentingnya sebenarnya adalah, satu, ini bagian dari skema besar untuk pengembangan birokrasi. jadi perubahan, promosi, mutasi, rotasi, itu hal yang pasti akan terjadi dalam organisasi, apalagi organisasi sebesar Pemprov DKI," kata Anies di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (17/7).
Menurut Anies, hal ini bukan hal yang baru. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat dan para pejabat terkait tidak kaget dan heran. Hal ini dinilai normal dalam sebuah organisasi.
"Ojo gumunan, kira-kira begitu, ojo kagetan, jangan," ujar dia.
Anies menjelaskan, proses rotasi, mutasi , dan promosi telah dilakukan dengan bantuan panitia seleksi (pansel). Proses ini dimulai dengan pembentukan panitia rotasi dan mutasi melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1012 tanggal 8 Juni 2018. Kepgub dikirimkan kepada pihak-pihak terkait, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (PAN-RB), dan Komite ASN.
"Jadi itu semua mereka menerima Kepgub itu," kata Anies.
Selanjutnya dilakukan proses usulan. Pansel rotasi dan mutasi melakukan pemetaan atas pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemprov DKI dan ulasan atas kinerja. Ulasan dilakukan berdasarkan data assessment center di Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Dari data kinerja itu, panitia memberikan usulan kepada Gubernur terkait mutasi dan rotasi untuk penyegaran organisasi.
"Kemudian yang dilakukan pembahasan, dilakukan kalibrasi bersama dengan gubernur, lalu akhirnya finalisasi nama," ujar Anies.