Rabu 18 Jul 2018 12:46 WIB

Tata Kelola IT Pengadilan Dinilai Masih Lemah

Masyarakat sering ditipu modus penyimpangan dari advokat atau pegawai pengadilan

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Pengadilan
Pengadilan

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menilai, tata kelola Information Technology (IT) di pengadilan masih sangat lemah. Sebab, sumber daya manusia (SDM) yang menjabat dan mengelola IT, mayoritas bukan orang yang berkompeten.

"Harusnya itu dibenahi, yang mengelola IT harus yang berkompeten sehingga proses digitalisasi di pengadilan bisa berjalan optimal," ungkap Sekretaris Jenderal PHBI Julius Ibrani dalam Lokakarya Media di Megamendung, Kabupaten Bogor, Selasa (17/7).

Dia juga menyebut, masyarakat kurang melek terhadap perubahan dan informasi di pengadilan. Masyarakat atau klien, kata dia, masih banyak yang menjadi sasaran modus-modus penyimpangan dari oknum advokat atau oknum pegawai pengadilan.

"Masyarakat sering ditipu. Belum tahu banyak soal kemudahan (akses informasi secara digital) ini sehingga banyak yang masih dimintai sejumlah dana untuk ini itu, padahal tinggal diakses di aplikasi E-court misal," jelas dia.

(Baca: Bawas MA: Hakim Banyak Lakukan Pelanggaran)

E-court Mahkamah Agung RI adalah layanan pendaftaran perkara daring, lembaga daring, dan pemanggilan daring. Julius mengatakan, bagi pengacara yang bekerja di lembaga bantuan hukum seperti PBHI, sistem digitalisasi dalam proses pengadilan tentu sangat mempermudah. Karena akan meminimalisasi anggaran.

"Tapi masih banyak pengacara yang malah tidak mau menggunakan E-court. Karena dia tidak ingin "lahannya" hilang," kata dia.

Sekretaris Mahkamah Agung Achmad Setyo Pudjoharjoyo optimistis, melalui E-court bisa mengurangi ongkos-ongkos, praktik suap, pungutan liar dan lainnya selama proses pengadilan. Selain itu, dengan E-court juga bisa mempersingkat waktu penyelesaian perkara.

"Dengan ini memang penyelesaian perkara cukup satu sampai dua bulan saja sudah selesai. Itu mempersingkat, karena sebelumnya satu perkara itu bisa selesai sampai satu atau dua tahun," kata Achmad.

Dia menerangkan, pendaftaran E-court sangat mudah dan tidak rumit. Karenanya dia mengimbau semua advokat untuk mendaftarkan dirinya ke E-court. Sehingga ke depan dia bisa mendaftarkan perkara, pembayaran dan pemanggilan secara daring.

Sementara itu, Ombudsman RI mencatat, masalah-masalah penundaan berlarut, prosedur peradilan, dan kompetensi hakim masih menjadi masalah yang sering diadukan dalam proses peradilan. Parahnya, masalah tersebut adalah masalah yang berulang dan hampir setiap tahun diadukan.

"Masalah itu memang masih sering diadukan, mungkin ini berkaitan dengan pelayanan sistem peradilan yang masih manual," kata Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih.

Dia menjelaskan, masalah penundaan berlarut kerap terjadi karena masih buruknya manajemen waktu di pengadilan. Sehingga berujung pada penyimpangan prosedur jadwal.

"Masih terjadi hal seperti itu, karena saking banyaknya perkara terus tabrakan dan makin ke urutan belakang akhirnya makin mundur," jelas dia.

Karena itu, dia berharap, dengan sistem E-court yang sedang di kembangkan Mahkamah Agung bisa menjadi solusi dari masalah-masalah tersebut. Karena sistem yang manual maupun tatap muka, dapat memberi celah terjadinya berbagai pelanggaran di pengadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement