Rabu 18 Jul 2018 11:14 WIB

Suap Gubernur Aceh, KPK Periksa Fenny Burase

Fenny Steffy Burase memenuhi panggilan KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Aceh Marathon, Fenny Steffy Burase, memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Teman dekat Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf, itu akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus (DOK) Aceh tahun anggaran 2018.

"Saksi Fenny Steffy B, pagi ini telah berada di KPK. Datang sekitar pukul 09.30 WIB," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, Rabu (18/7).

Selain Fenny, tim penyidik juga mengagendakan pemeriksaan terhadap lima saksi lainnya. Mereka adalah mantan Kadis PUPR Pemprov Aceh, Rizal Aswandi; Kepala ULP Pemprov Aceh, Nizarli; serta Teuku Fadhilatul Amri; T. Saiful Bahri, dan Hendri Yuzal. Keenam saksi tersebut juga akan diperiksa untuk tersangka Irwandi.

KPK sebelumnya menemukan indikasi bancakan yang dilakukan oleh Irwandi dan oknum pejabat di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terhadap DOK Aceh tahun anggaran 2018. Lembaga antirasuah itu juga telah menahan Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf dan ajudannya Hendri Yuzal, Bupati Bener Meriah non aktif Ahmadi serta seorang pengusaha T Saiful Bahri.

Dari temuan awal, KPK menduga setiap anggaran untuk proyek yang dibiaya dari DOK Aceh dipotong 10 persen, delapan persen untuk pejabat di tingkat provinsi, dan dua persen di tingkat kabupaten/kota. 

Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018. 

KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Ahmadi sebagai pemberi dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak pidana korupsi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement