Rabu 18 Jul 2018 05:01 WIB

Soekarno-Natsir,PNI-Masyumi: Bertengkar dan Bersahabat

Waktu Sukarno dipenjara kelompok Natsi pertama menjenguk dan rutin mengirim buku.

Seokarno menyallami M Natisr seusai di sumpah sebagai perdana menteri seusai disuma
Foto:
Mohammad Natsir tengah berkhutan dalam perayaan Idul Fitri. Setelah Soekatno membubarkan Partai Masyum. M Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).

Yang menarik, tulisan-tulisan Bung Karno yang kritis terhadap Islam, justru dimuat di media massa Islam seperti Adil, dan Pandji Islam.

“Kami tetap menghormati Bung Karno sebagai pemimpin pergerakan kemerdekaan,” ujar Natsir.

Pada suatu kesempatan, Natsir mengingatkan penulis bahwa di dalam berpolemik kita harus kemukakan pikiran kita secara tegas, dan menyoroti pikiran yang kita hadapi secara tajam, tapi tidak boleh kasar. Kasar itu personal, dan menyebabkan sakit hati.

“Polemik tidak boleh menimbulkan sakit hati,” kata Natsir sambil meminta penulis membaca ulang polemik Natsir dengan Sukarno yang tajam, tegas, tetapi jauh dari ungkapan kasar, berlebihan, dan menyakitkan.

Pada saat pemilu serentak nanti, alangkah indahnya jika cara berpolemik Natsir dengan Sukarno diteladani oleh seluruh politisi dan para pendukungnya.

Perbedaan pandangan politik memang tidak mungkin menghindari konfrontasi. Yang kita perlukan ialah konfrontasi dalam suasana toleran, sehingga perbenturan gagasan akan melahirkan kesepakatan bersama.

Toleransi tanpa konfrontasi, bukanlah toleransi, melainkan sekadar mengelak dari persoalan!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement