Rabu 18 Jul 2018 05:01 WIB

Soekarno-Natsir,PNI-Masyumi: Bertengkar dan Bersahabat

Waktu Sukarno dipenjara kelompok Natsi pertama menjenguk dan rutin mengirim buku.

Seokarno menyallami M Natisr seusai di sumpah sebagai perdana menteri seusai disuma
Foto:
Soekarno, Hatta, dan Natsir.

Natsir melihat, perhatian generasi muda kepada agama Islam amat rendah. Natsir melihat, anak-anak muda itu, meskipun beragama Islam, tidak bangga dengan kemuslimannya.

Maka, tanpa ragu Natsir terjun ke lembaga pendidikan. Anak muda itu mengajar agama Islam di sekolah dasar dan di sekolah menengah pertama. Natsir sungguh-sungguh serius memasuki dunia barunya itu.

Kelak Natsir mendirikan lembaga pendidikan yang dia beri nama Pendidikan Islam (Pendis). Untuk kepentingan mengajar itu, Natsir menulis buku dalam bahasa Belanda, antara lain: *Komt Tot Het Gebed*. Belakangan sekali buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul *Marilah Shalat*. Natsir menulis buku itu saat masih duduk di kelas terakhir AMS.

Natsir juga menulis buku bersifat polemis menanggapi ceramah Dr Christoffel. Buku itu berjudul 'Quran en Evangelie' dan 'Muhammad als Profeet'.

Karya tulis Natsir itu rupanya menarik perhatian Sukarno. Dari tempat pengasingannya di Ende, dalam surat kepada pemimpin Persatuan Islam (Persis) A. Hassan pada 25 Januari 1935, Sukarno antara lain menulis: “Haraplah sampaikan saya punya komplimen kepada Tuan Natsir atas ia punya tulisan-tulisan yang memakai bahasa Belanda. Antara lain ia punya inleiding di dalam ‘Komt Tot Het Gebed’ adalah menarik hati.”

Masih dari Ende, dalam surat tertanggal 22 April 1936, Sukarno berpesan kepada Tuan Hassan: “Alangkah baiknya kalau Tuan punya mubaligh-muballigh nanti bermutu tinggi, seperti Tuan M. Natsir, misalnya!”

Sesudah Indonesia merdeka, ketika Perdana Menteri Sutan Sjahrir mengajukan Natsir menjadi Menteri Penerangan, Presiden Sukarno berkata: “Hij is de man (dialah orangnya).”

Kelak, sesudah dengan Mosi Integral Natsir berhasil memulihkan dan terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ketika ditanya wartawan Asa Bafagih, siapa yang akan ditunjuk menjadi perdana menteri, Presiden Sukarno menjawab: “Siapa lagi kalau tidak dari Masyumi?”

“Natsir?”, bertanya lagi Asa Bafagih.

Presiden Sukarno menjawab tegas: “Ya! Mereka mempunyai konsepsi untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement