REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold 20 persen. Roy berharap MK mengabulkan gugatan uji materi tersebut. Sehingga konstentasi pemilihan presiden (Pilpres) 2019 bisa lebih baik, dan rakyat memiliki banyak pilihan.
"Sejujurnya saya berharap MK mengabulkan gugatan itu. Saya yakin kalau MK mengabulkan gugatan, maka peta politik Pilpres 2019 akan berubah. Bahkan poros yang sudah jadi bisa berubah konstelasinya," ujar mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu dalam pesan singkatnya, Selasa (17/7).
Ambang batas pencalonan presiden yang ada dalam Undang-undang Pemilu saat mewajibkan parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung capres dan cawapres. Maka dengan demikian besar kemungkinan hanya akan ada dua pasangan capres-cawapres saja pada Pilpres 2019 nanti.
Selain itu Roy Suryo juga menginginkan MK memberikan putusan sebelum penutupan pendaftaran capres dan cawapres yang berlangsung tanggal 4-10 Agustus 2018 mendatang. Sebab, menurutnya, apabila putusan MK keluar sebelum pendaftaran, maka diharapkan putusan itu berlaku untuk Pilpres 2019. "Semoga putusannya sudah keluar sebelum pendaftaran, tapi saya yakin MK bisa," harap Roy Suryo.
Baca juga: Ambang Batas Pencalonan Presiden Kembali Digugat ke MK
Sebelumnya, sebanyak 12 orang yang terdiri dari pegiat pemilu, mantan ketua KPK, dan akademisi mengajukan permohonan uji materi ke MK tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden di Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ke-12 orang tersebut adalah Rocky Gerung, Busyro Muqoddas, Hadar Navis Gumay, Bambang Widjojanto, Dahnil Azhar Simanjuntak, dan Titi Anggraini dengan kuasa hukum Denny Indrayana.
Untuk Pilpres 2019, Partai Demokrat sendiri masih menyiapkan tiga opsi jelang Pilpres 2019. Pertama bergabung dengan koalisi pemerintah, kedua bergabung ke salah satu calon penantang pejawat, dan ketiga membentuk poros baru. Kesepakatan itu tertuang dalam tiga opsi yang diputuskan oleh peserta majelis tinggi. Hasil sidang dibacakan Ketua Umum Partai Demokrat. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam video berdurasi 13.58 menit.
Kemudian, tiga opsi inilah yang akan dibahas kembali dan ditetapkan oleh Majelis Tinggi hingga pekan kedua Agustus 2018. Jika nantinya Demokrat mengusung Joko Widodo atau Prabowo Subianto, SBY berharap, berasal dari partainya. Partai Demokrat menawarkan Agu Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres kepada beberapa partai. Terakhir, AHY dikabarkan bakal dipasangkan dengan Prabowo Subianto, jika Partai Demokrat dan Partai Gerindra berkoalisi.
Disamping itu SBY juga menyampaikan bahwa Partai Demokrat telah aktif menjalin komunikasi politik, baik dengan pasangan capres cawapres potensial yang bisa diajak berkoalisi. Sebagai contoh, SBY pernah bertemu dengan Joko Widodo, tapi untuk Partai Gerindra, baru partainya yang bertemu dengan Prabowo Subianto. "Saya belum bertemu langsung dengan Pak Prabowo," kata Prabowo.
Dikabarkan SBY bakal melakukan pertemuan dengan SBY pada Rabu (18/7) besok, atau dalam pekan ini. Hal ini diketahui dari pernyataan Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade, yang menyampaikan bahwa pihaknya masih membuka partai politik lainnya, terutama Partai Demokrat untuk bergabung dengan koalisi mengusung Prabowo Subianto.
Tentu kami masih membuka bagi partai lain untuk bergabung, termasuk Partai Demokrat. Rencananya pekan ini, kemungkinan hari Rabu pertemuannya, Pak Prabowo dengan Pak SBY. Iya membahas seputar pilpres sekaligus silaturrahmi. Siapa tahu kita bisa koalisi," terang Andre saat dihubungi melalui sambungan telepon.