REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lima orang penyidik KPK menggunakan rompi cokelat tampak memasuki gedung Kantor Pusat PLN di Trunojoyo, Senin (16/7). Lima penyidik KPK tampak membawa tiga buah koper berwarna hitam dan langsung menaiki lift.
Dari pantauan Republika, lima penyidik KPK tersebut juga memakai masker untuk menutupi wajah. Sampai saat ini belum ada keterangan resmi baik dari pihak PLN maupun dari pihak KPK terkait kedatangan penyidik ini.
Saat ini seluruh direksi PLN masih berada di Kantor PLN. Direksi PLN sebelumnya, pada pukul 15.30 WIB hingga pukul 17.00 WIB sempat melakukan konferensi pers untuk memberikan penjelasan terkait penggledahan rumah Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir.
Pada konpers tersebut, Sofyan sempat menjelaskan terkait kejadian penggledahan di rumahnya, Ahad (15/7) kemarin. Sofyan mengakui penggledahan di rumahnya ada kaitannya dengan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gokar, Eni Maulani Saragih pada Jumat (13/7).
Sofyan menampik keterlibatan PLN dalam kasus yang menjerat Eni Maulani Saragih. Sofyan menjelaskan, proses dugaan suap menyuap yang melibatkan beberapa pihak pada OTT Jumat (13/7) lalu tidak ada hubungannya dengan PLN.
"Ini kan disisi sebelah sana. Ini kan di konsorsium ada Cina dan ada fulan dan bla bla. Itu bukan urusan kita, apakah dia bisnis atau suap suapan ataukah apa. Kita nggak tahu," ujar Sofyan di Kantor PLN, Senin (16/7).
Sofyan menjelaskan, pihaknya sebagai Direktur Utama hanya diminta oleh KPK untuk memberikan beberapa berkas yang dinilai oleh KPK berkaitan dengan kasus tersebut. Sofyan membenarkan saat proses penggledahan di rumahnya Ahad kemarin KPK mengambil beberapa dokumen yang terkait kasus tersebut.
"Beberapa dokumen memang saya bawa pulang ke rumah kopiannya. Nah ada yang kaitannya dengan PLTU Riau 1, itu di bawa sama KPK," ujar Sofyan.
Sofyan mengaku memang sudah menjadi kebiasaan dari dirinya yang membawa beberapa salinan berkas dan proposal terkait proyek pembangkit listrik ke rumah untuk ia pelajari. Alasannya, ia tak punya banyak waktu untuk mempelajari proyek proyek tersebut di kantor.
"Saya bawa pulang ke rumah salinannya, kalau dibaca di kantor, nanti itu kebanyakan interaksi dan tamu," ujar Sofyan.
Sofyan Basir menjelaskan, PLN akhirnya memutuskan untuk memberhentikan sementara proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1 hingga proses hukum selesai diputuskan. Sofyan mengatakan, proyek PLTU Riau 1 merupakan proyek konsorsium anak usaha PLN yaitu PT. Pembangkit Jawa Bali (PJB) bersama dua perusahaan lainnya yaitu PT. Samantaka dan PT. China Wadian. PT. Samantaka sendiri merupakan anak usaha dari perusahaan multinasional asal Singapura, BlackGold Natural Resources.
"Ini sebenarnya proyek belum jadi, belum PPA. Karena tersangkut proses hukum ini, maka kami hentikan sementara sampai kasus hukumnya putus," kata Sofyan.
PLTU Riau 1 sendiri kata Sofyan merupakan proyek pembangkit listrik dengan kapasitas sebesar 2 x 300 MW. Proyek yang masuk dalam serangkaian proyek 35 ribu megawatt ini merupakan proyek yang masuk dalam kelompok EPC PLN. PLN kemudian menunjuk anak usahanya, PJB sebagai salah satu operator proyek mulut tambang ini.
Proyek yang rencananya akan selesai pada 2023 ini memang belum memasuki tahap Power Purchase Agreement (PPA) atau perjanjian jual beli listrik. Saat ini, kata Sofyan proyek ini baru memasuki tahap letter of intent atau kesepakatan konsorsium atas syarat pembangunan pembangkit yang diajukan oleh PLN.
"Ini memang penunjukan langsung dari PLN ke anak usaha kami, PJB. Nilai investasinya sebesar 900 juta dolar," kata Sofyan.
Dalam kegiatan OTT pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sejumlah Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut. Diduga, penerimaan uang sebesar Rp 500 juta merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
"Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, 8 Juni 2018 Rp 300 juta," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu, pekan lalu.