REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih yang telah ditetapkan sebagai tersangka suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Eni terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat (13/7).
"Ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di kantor KPK Kavling K-4," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Jakarta, Sabtu (14/7).
Seusai menjalani pemeriksaan, Eni yang keluar gedung KPK sekitar pukul 21.55 WIB itu memilih irit bicara saat dikonfirmasi awak media seputar kasusnya itu. "Tidak ada, tidak ada," kata dia saat dimintai dikonfirmasi apakah terdapat anggota DPR lainnya yang menerima suap tersebut.
Eni yang telah mengenakan rompi jingga khas tahanan KPK itu kemudian langsung menuju mobil tahanan KPK yang telah menunggunya di luar lobi gedung KPK. Selain Eni, KPK juga telah menetapkan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebagai tersangka pemberi suap.
Dalam kegiatan OTT pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sejumlah Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut. Diduga, penerimaan uang sebesar Rp 500 juta merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
"Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, 8 Juni 2018 Rp 300 juta," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu.